MENGUTIP salah satu pribahasa yang berbunyi "semakin tinggi pohon, semakin kencang angin yang menerpanya" rasanya pantas bila dialamatkan pada Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini. Buktinya, begitu dipercaya jadi orang nomor satu di Kementrian Sosial, mantan Wali Kota Surabaya ini langsung menjadi pusat perhatian publik.Â
Tak berselang lama sorotan atau perhatian terhadap Risma, sapaan akrab Tri Rismaharini, berubah jadi bentuk serangan atau kritik pedas. Masalahnya, wanita kelahiran Kediri, 20 November 1961 ini langsung menggebrak dengan aksi blusukan ke beberapa wilayah di Kota Jakarta.Â
Yang menyerang Risma bukan orang-orang sembarangan. Mereka adalah tokoh-tokoh tanah air yang kerap wara-wiri dalam konstelasi politik nasional. Sebut saja, Fadli Zon, Rocky Gerung, Ahmad Riza Patria, serta Hidayat Nur Wahid.Â
Hampir rata-rata narasi yang dibangun oleh nama-nama tersebut di atas adalah aksi blusukan Risma dianggap sebagai aksi pencitraan semata. Demi mengincar kursi Gubernur DKI Jakarta. Bahkan, tak mustahil Pilpres 2024.Â
Baru, paska Risma blusukan ke sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (5/1) dan menemukan beberapa gelandangan di sana, arah kritikan mulai tendensius. Rata-rata, mereka menilai aksi Risma ini setingan alias hanya drama.Â
Rocky Gerung dengan logika akal sehatnya menilai, Jalan Thamrin adalah wilayah elit, sehingga mustahil ada gelandangan di sana. Sementara, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria dengan percaya diri menggunakan testimoni atau pengalaman pribadi selama menetap di ibu kota. Menurut politisi Gerindra ini, sejak dia kecil hingga sekarang tidak pernah menemukan satu gelandangan pun di daerah tersebut.Â
Adanya pernyataan atau pengakuan tersebut, Risma kontan menjadi bahan bulan-bulanan sebagian publik dan warganet. Narasi-narasi pencitraan yang sebelumnya telah dibangun para pengkritik Risma menjadi fakta tak terbantahkan.Â
Sejenak, para pengkritik ini merasa di atas angin. Bahkan, mungkin diam-diam Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pun tersenyum bahagia. Merebaknya wacana aksi "setingan" Risma, setidaknya tekanan terhadap Anies sedikit berkurang. Atau, bahkan boleh jadi berbalik unggul.Â
Namun, tak lama kemudian faktanya langsung berbalik. Logika akal sehat Rocky yang selau dibangga-banggakan berubah jadi logika sesat, dan pengalaman pribadi Ahmad Riza tak lebih dari testimoni asal cuap, kalau tidak ingin dikatakan ngibul.Â
Skak Mat. Itu mungkin kata yang tepat buat keduanya. Sebab, setelah ribut-ribut soal Risma menemukan gelandangan yang berujung banyak nerima benturan, Satpol PP Jakarta Pusat menjaring 29 gelandangan yang tersebar di sekitar Jalan Sudirman-Thamrin.Â
"Hasil kegiatan, ada 29 orang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Terdiri dari 24 laki-laki dan 5 perempuan," kata Kepala Seksi PPNS dan Penindakan Satpol PP Jakarta Pusat, Gatra Pratama Putra, Rabu (6/1). Dikutip dari Republika.com
Temuan Satpol Jakarta Pusat tersebut, jelas telah menjadi jawaban, aksi Risma sama sekali bukan setingan. Yang ada malah para pengkritik yang menyeting logika dan pikirannya demi menutupi rasa malu.Â
Dari fakta di atas, setidaknya bisa ditarik kesimpulan bahwa apa yang dilakukan para pengkritik merupakan wujud dari rasa kalap atas gebrakan Risma yang bisa mengancam konstelasi politik tanah air, khususnya DKI Jakarta. Mereka jelas tidak ingin nama Mensos anyar ini semakin melambung dan dekat dengan rakyat, karena kemungkinan besar bakal mengganggu kepentingan politiknya.Â
Khusus untuk DKI Jakarta, gubernur dan wakil gubernur hasil usungan dari Partai Gerindra dan PKS. Selain ingin menjaga nama baik, kedua partai ini diyakini ingin melanggengkan kekuasaannya juga. Untuk itu, mereka akan berupaya menguatkan posisi dan melemahkan calon lawan.Â
Tak heran bila politisi macam Fadli Zon dan Ahmad Riza Patria dari Partai Gerindra, serta Hidayat Nur Wahid dari PKS ngebet ingin menjatuhkan nama Risma. Sebab, hal ini akan berpotensi meruntuhkan supremasi yang mereka miliki hari ini. Yakni kekuasaan di ibu kota dan potensi melanggengkannya.Â
Risma sendiri sejauh ini terus dikaitkan dengan Pilkada DKI Jakarta mendatang. Dia disebut-sebut calon paling kuat yang dimiliki PDI Perjuangan. Bahkan, dia juga dianggap potensial sebagai salah satu calon pada Pilpres 2024.Â
Karena Risma politisi PDI Perjuangan, rasanya terlalu pagi dan mungkin salah alamat bila politisi oposisi dan kelompoknya terus-terusan menyerang Risma. Selain belum tentu punya niat mencalonkan, keputusan maju atau tidaknya Risma sepenuhnya menjadi kewenangan ketua umum, Megawati Soekarnoputri.Â
Bukan rahasia umum, sistem pemilihan calon di partai berlambang banteng gemuk moncong putih itu merupakan hak prerogatif Megawati. Putri sulung Presiden Sukarno ini benar-benar manjadi veto player di tubuh partainya itu.Â
Sebagus apapun Risma, bila Megawati tak merestui, maka dipastikan tidak bisa nyalon dari partainya.Â
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H