TELAH dapat diprediksi, sejak Tri Rismaharini diangkat sebagai Menteri Sosial (Mensos), akan banyak tekanan politik yang bakal menyerangnya. Sebab, mantan Wali Kota Surabaya ini sosok yang memiliki popularitas tinggi dan elektabilitas lumayan.Â
Dari kacamata politik, orang-orang seperti Risma---sapaan kecil Tri Rismaharini pasti tidak akan disenangi oleh lawan-lawan politiknya. Terlebih, Wanita kelahiran Kediri, 20 November 1961 ini digadang-gadang calon kuat dari PDI Perjuangan untuk dicalonkan pada Pilkada DKI Jakarta mendatang. Bahkan, hasil jejak pendapat beberapa lembaga survei pun menempatkannya sebagai salah satu kandidat yang masuk dalam bursa pencalonan.
Benar saja, begitu Risma menggebrak dengan blusukan ke beberapa tempat di wilayah Kota Jakarta, serangan demi serangan kritik pun datang. Ada yang menyebut pencitraan, curi panggung, hingga sengaja melemahkan citra Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.Â
Bahkan tudingan lebih tendensius pun tak urung harus diterima Risma. Blusukannya ke daerah Thamrin dianggap sebagai drama pencitraan yang sengaja diskenario.
Sebagaimana telah beredar di beberapa portal media online, di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Risma menemukan beberapa orang gelandangan yang tidak memiliki tempat tinggal alias tunawisma. Sebagai Mensos, Risma langsung menggunakan hak dan kewenangannya dengan cara menampung para tunawisma dimaksud. Namun, aksi Risma ini dianggap drama demi sebuah pencitraan dirinya.Â
Memang sih, tak sedikit publik sempat mempertanyakan mengenai kebenaran kelompok tunawisma yang ditemui Menteri Sosial Risma di kawasan Thamrin Jakarta Pusat itu. Malah, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria pun mengaku heran atas hasil temuan Risma terkait adanya tunawisma di Jalan Thamrin  dimaksud.Â
"Saya sendiri sudah hidup di Jakarta sejak umur empat tahun baru dengar ada tunawisma di Jalan Sudirman-Thamrin," ujar Riza, Rabu (6/1/2021). Dikutip dari Kompas.com.Â
Senada dengan Riza, salah seorang juru parkir yang ada kawasan Jalan Thamrin Joni, seperti dikutip dari Pikiran Rakyat.com, menuturkan, sehari-hari tidak pernah ditemukan gelandangan di sekitar tempatnya bekerja. Dia juga meyakinkan tidak ada kelompok tunawisma yang sampai menetap atau bahkan sampai tidur beralaskan kardus.Â
Pertanyaannya, benarkah tunawisma yang berada di Jalan Thamrin itu hanya setingan demi mendongkrak popularitas Risma? Wallahuallam Bhishawab.Â
Bila merujuk pada prestasi kerjanya selama menjabat Wali Kota Surabaya, rasanya sulit dipercaya jika Risma sengaja main drama hanya demi sebuah pencitraan. Risma terkenal sebagai pejabat tulus yang ingin masyarakatnya sejahtera. Apalagi sebagai Mensos, dia memiliki tanggungjawab penuh dan bisa memastikan bahwa masyarakat tanah air sejahtera.Â
Perkara blusukan, jelas ini bukan dibuat-buat. Sepuluh tahun menjadi penguasa Kota Pahlawan, Risma sudah akrab dengan aksi-aksi menyisir daerah-daerah untuk bertatap muka dengan masyarakatnya. Kemudian, menampung aspirasi dari kelompok masyarakat bawah dimaksud.Â
Jadi, bila aksi blusukan Risma dianggap drama pencitraan rasanya hanya wujud tidak senang dari pihak-pihak yang merasa terancam oleh kehadirannya. Sedangkan masalah tunawisma di Jalan Thamrin memang masih harus diselidiki lebih jauh kebenarannya. Apakah ini skenario atau alasan dari pihak-pihak yang tidak ingin boroknya terbongkar?Â
Andai saja adanya tunawisma di Jalan Thamrin itu adalah drama atau hasil skenario, rasanya bukan atas kehendak Risma. Boleh jadi ini ide atau strategi politik dari partai tempat Risma bernaung. PDI Perjuangan.Â
Maaf, bukan hendak menyudutkan. Namun, sudah menjadi rahasia umum jika partai politik sarat dengan intrik. Mereka selalu mencari cara dan memanfaatkan momentum untuk meningkatkan elektoral, sekaligus menjatuhkan lawan politiknya.Â
Bukan mustahil, PDI Perjuangan terus menjadi guide gerak langkah Risma demi mencapai titik sasaran yang diinginkan. Hal ini bisa saja menurut mereka perlu dilakukan, agar citra positif Risma yang telah bagus menjadi jauh lebih baik lagi.Â
Untuk apa?Â
Berdasarkan wacana yang berkembang, Risma telah diplot PDI Perjuangan untuk maju dalam perebutan kursi kekuasaan di DKI Jakarta. Tentu, bukan perkara gampang bisa menaklukan kota yang penduduknya heterogen.Â
Dalam hal ini, butuh kepercayaan dan simpati publik luar biasa bila pencalonan Risma berjalan mulus. Salah satu caranya dengan menerapkan sedikit intrik politik supaya Risma benar-benar dinilai mendapat simpati sepenuhnya dari masyarakat ibu kota.Â
Kendati demikian, mestinya biarlah citra positif Risma mengalir wajar. Tanpa harus dibumbui intrik politik pun, nama Risma sudah harum. Daripada dipaksakan pencitraan dengan cara drama malah bakal berakibat blunder. Alih-alih mendapat simpati, yang ada malah sebaliknya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H