Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

FPI Picu Rahayu Kontra Fadli Zon, Prabowo Tersandera

3 Januari 2021   11:27 Diperbarui: 3 Januari 2021   11:50 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PEMBUBARAN Front Pembela Islam (FPI) oleh pemerintah pada penghujung tahun 2020 tidak hanya menimbulkan pro kontra di tengah-tengah masyarakat, tetapi merambah ke internal partai politik. Yakni, Partai Gerindra. 

Sejatinya perbedaan pandangan tentang pembubaran Ormas Islam ini tak perlu terjadi, mengingat partai yang dipimpin Prabowo Subianto tersebut telah menjadi bagian dari pemerintahan Presiden Jokowi. Mereka mestinya satu suara mendukung putusan pihak penguasa dimaksud. 

Adalah Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Rahayu Saraswati yang mendukung penuh pelarangan FPI melakukan segala aktivitasnya terhitung sejak waktu pembubaran, Rabu (30/12/20). Menurutnya hal itu demi terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa hingga tercipta kebangkitan. 

"Kami berharap 2021 sebagai tahun kebangkitan setelah kita melewati tahun 2020 yang sampai saat ini masih belum lepas dari pandemi COVID-19. Mari kita wujudkan 2021 sebagai tahun penyembuhan melalui program vaksinasi dari pemerintah," kata Rahayu Saraswati, Sabtu (2/01). Dikutip dari Okezone.com. 

Tak berselang lama, pernyataan keponakan Prabowo Subianto tersebut dibantah keras oleh sesama politisi Partai Gerindra, Fadli Zon. Mantan Wakil Ketua DPR RI ini menegaskan, partainya tidak mengeluarkan keputusan yang mendukung pembubaran organisasi tanpa proses hukum di pengadilan. Hal itu diungkapkan Fadli Zon melalui akun Twitter-nya @fadlizon. 

"Tidak ada keputusan @gerindra mendukung pembubaran organisasi tanpa proses pengadilan. Sbg Negara hukum tetap harus menjunjung tinggi konstitusi n UU," cuitnya, Sabtu (2/1/). Dikutip dari Wartaekonomi.co.id. 

Perbedaan pendapat adalah hal biasa terjadi di sebuah organisasi, terutama partai politik. Namun, dalam kasus ini tanpa disadari. Rahayu dan Fadli Zon, keduanya telah menelanjangi sikap partainya sendiri. 

Perbedaan pandangan yang dilontarkan kedua politisi tersebut semakin mudah ditangkap oleh publik sebagai sikap mancla-mencle Partai Gerindra. Meski, mungkin keduanya sama-sama ingin meraih simpati publik demi kepentingan partai. 

Rahayu jelas ingin mendapatkan simpati dari pemerintah dan pendukung pihak penguasa yang berada di akar rumput. Sementara, simpati yang ingin diperoleh Fadli Zon sudah tentu FPI dan kelompoknya. 

Dilihat dari sudut pandang politik, hal tersebut tidak akan menguntungkan bagi Partai Gerindra. Sebagian besar publik hari ini sudah sangat pintar dan melek politik. Mereka tentu menghendaki partai yang memiliki sikap tegas. Tidak pin-plan seperti yang terjadi pada partai berlambang kepala burung garuda dimaksud. 

Artinya, alih-alih mendapat simpati, yang terjadi malah sebaliknya. Partai Gerindra bisa banyak ditinggalkan pendukung karena sikapnya yang tak menentu tersebut. 

Partai Gerindra mestinya berkaca terhadap pengalaman pahit Partai Demokrat. Selain, karena banyak petinggi partai terlibat kasus korupsi, sikap politik dua wajah yang mereka pertontonkan memiliki andil besar membuat partai berlambang Mercy ini terpuruk. Hingga hari ini, partai yang sempat menjadi penguasa tersebut masih dalam PR besar untuk bisa kembali bangkit menjadi partai besar. 

Untuk itu dibutuhkan sikap jelas dari Partai Gerindra bila tidak ingin mengalami nasib serupa dengan Partai Demokrat. Kuncinya tentu ada pada Prabowo Subianto sebagai ketua umum partai. 

Sayang, tampaknya Prabowo belum ada tanda-tanda mengambil sikap atau tindakan tegas. Semenjak kepulangan Habib Rizieq Shihab dari Arab Saudi, mantan Danjen Kopasus tersebut lebih banyak diam. Sama sekali tidak mampu memposisikan dirinya berkiblat ke mana. 

Prabowo hanya diam dan terus diam. Bahkan saat perseteruan FPI dengan pemerintah memanas, hingga terjadi insiden penembakan enam laskar hingga aksi massa di beberapa daerah termasuk di ibu kota, mantan suami Titiek Soeharto ini tak jelas rimbanya. 

Puncaknya, saat pemerintah melalui SKB enam menteri membubarkan FPI dan menganggap sebagai organisasi terlarang, Prabowo lagi-lagi tak terlibat. Padahal, sebagai Menhan yang bertanggungjawab terhadap kondusifitas keamanan negara mestinya dia menjadi salah satu pihak yang turut menandatangani surat keputusan tersebut. 

Dari rentetan diamnya Prabowo terhadap kasus yang melibatkan FPI dan Habib Rizieq, setidaknya bisa disimpulkan kalau dia sedang tersandera oleh kepentingan politik. Prabowo, sepertinya masih berharap dukungan dari FPI dan Habib Rizieq jika dia kembali mencalonkan pada Pilpres 2024. 

Selain itu, alasan Prabowo tak mampu menunjukkan jati dirinya sebagai Menhan, karena yang sedang dihadapi adalah mantan pendukung setianya. Dia paham betul siapa Habib Rizieq dan FPI. Mereka ada pada barisan paling depan saat dirinya ikut nyapres pada tahun 2014 dan 2019. Sudah tentu ikatan emosional diantara keduanya pasti sudah terjalin cukup erat. 

Akhirnya Prabowo lebih baik memutuskan tidak mencemplungkan diri dalam pusaran kasus FPI. Dia jelas tak ingin dicap sebagai dobel pengkhianat bila terlibat jauh mengamankan ormas Islam dimaksud. 

Prabowo telah dicap sebagai pengkhianat perjuangan mereka saat memutuskan bergabung dengan pemerintah. Stempel yang melekat ini tentu tidak ingin ditambah lagi bila terlalu pro pemerintah dengan mengambil sikap tegas terhadap FPI. 

Bahkan, sekadar menegur Fadli Zon yang terus-terusan memihak pada FPI pun, Prabowo sama sekali tidak mampu. Anak buahnya itu terus saja dibiarkan bergerak liar. Saking bebasnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini seolah telah berganti profesi menjadi Juru Bicara (Jubir) Ormas Islam dimaksud. 

Namun, apapun yang dilakukan Prabowo adalah keputusan dan langkah politiknya. Tentu, dia sadar betul imbalan apa yang bakal diterimanya. Kita hanya berharap, kasus yang melibatkan FPI ini tidak berlarut-larut, sehingga energi yang ada bisa dimanfaatkan pada hal yang lebih bermaslahat bagi kebaikan umat. 

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun