Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Puan Capres, Prabowo ke Mana?

20 Desember 2020   12:45 Diperbarui: 20 Desember 2020   13:12 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


KEMESRAAN Partai Gerindra dengan PDI Perjuangan memunculkan wacana bersandingnya Prabowo Subianto dengan Puan Maharani sebagai capres dan cawapres pada Pilpres 2024 mendatang. Digadang-gadang koalisi ini sebagai tindak lanjut perjanjian batu tulis yang sempat tertunda satu dekade lebih. 

Sekadar mengingatkan, salah satu poin perjanjian batu tulis yang ditandatangani Megawati Soekarnoputri dan Prabowo pada tahun 2009 lalu adalah mengusung mantan Danjen Kopasus tersebut menjadi capres pada Pilpres berikutnya. Dalam hal ini tahun 2014 dan 2019. 

Namun, perjanjian ini dilanggar Mega---nama kecil Megawati Soekarnoputri. Putri sulung Presiden Sukarno ini lebih memilih Jokowi. 

Peristiwa itulah yang memicu hubungan keduanya retak, dan akhirnya menjadi rival utama dalam dua kali pilpres. Dimana keduanya dimenangkan Mega dengan Jokowi sebagai jagoannya. 

Politik itu cair dan tak mengenal kawan atau lawan abadi, benar adanya. Prabowo akhirnya bergabung dengan pemerintah pasca Pilpres 2019 lalu. Dalihnya demi rekonsiliasi nasional, meski begitu tak sedikit yang menilai hal itu semata-mata strategi politik demi memuluskan ambisinya jadi Presiden RI. 

Sejauh ini ambisi tersebut tetap terjaga. Prabowo dirangkul PDI Perjuangan untuk menjalin mitra koalisi menuju kontestasi kepemimpinan nasional. Cikal-bakalnya sudah mulai tampak dengan banyaknya jumlah koalisi mereka pada Pilkada serentak baru lalu. 

Selain itu, wajar bila Mega merangkul Prabowo Subianto. Pasalnya, Menteri Pertahanan (Menhan) tersebut sejauh ini menjadi salah seorang kandidat dengan raihan angka elektabilitas tinggi menurut hasil jejak pendapat beberapa lembaga survei. Bahkan, kerap menduduki posisi puncak. 

Siapa sangka, seiring waktu ada beberapa peristiwa yang mengakibatkan Prabowo berada dalam tekanan. Dan, tak menutup kemungkinan bakal mampu menjatuhkan elektabilitasnya. 

Pertama, tertangkapnya Menteri KKP, Edhy Prabowo oleh KPK terkait izin benih lobster. Kedua, munculnya wacana politik dua kaki Partai Gerindra, dan terakhir adalah pengangkatan Johanes Suryo Prabowo menjadi Ketua Pelaksana KKIP. Padahal yang bersangkutan sosok keras yang kerap mengkritisi kebijakan Presiden Jokowi. 

Tak sedikit pihak menduga, peristiwa dan langkah politik Prabowo dan Partai Gerindra tersebut bisa meruntuhkan nama baik Prabowo dimasa mendatang. Kepercayaan publik kemungkinan menjadi kendor. 

Dalam hipotesa sederhana penulis, bila elektabilitas Prabowo Subianto anjlok bahkan terpuruk, Mega akan berpikir ulang. Boleh jadi, malah Puan Maharani sendiri yang bakal dijadikan capres. 

Kok, bisa? Jelas sangat bisa, mengingat raihan kursi PDI Perjuangan di Gedung Parlemen Senayan Jakarta melebihi ambang batas atau presidential threshold. Kursi partai banteng berjumlah 128 dari total 576, atau lebih dari 20 persen. Dengan raihan tersebut tanpa harus berkoalisi dengan partai lainpun, PDI Perjuangan sudah bisa mengusung pasangan calon. 

Sebuah keniscayaan bagi PDI Perjuangan menyandingkan Puan dengan Ganjar Pranowo. Ini pilihan realistis, mengingat elektabilitas Ganjar pun mampu menyaingi Prabowo. Bahkan, menurut hasil survei Indo Politika Indonesia (IPI) terakhir yang dirilis bulan Oktober, Gubernur Jawa Tengah ini menduduki posisi puncak dengan 18,7 persen. 

Prabowo Ke mana? 

Pertanyaan di atas menarik kita telisik. Bila pada akhirnya Puan jadi capres, hampir pasti Prabowo lebih memilih koalisi dengan partai lain. Dengan kapasitasnya, dia tidak akan menerima bila diposisikan sebagai cawapres. 

Bila Prabowo kembali pecah kongsi dengan Mega. Akan banyak kemungkinan baginya menjalin koalisi dengan partai lain atau mencari calon pendampingnya. Dari sekian banyak kemungkinan itu, paling potensial mengerucut pada tiga nama. 

Prabowo-AHY 

Prabowo atau Partai Gerindra bisa jadi menggandeng Partai Demokrat. Dengan tambahan satu partai ini pun telah cukup memenuhi syarat ambang batas. Mereka bisa mengusung pasangan calon. 

Bila ini terjadi, telah bisa dipastikan pasangan calon yang tercipta adalah Prabowo dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Mustahil, Partai Demokrat memberikan jatah cawapresnya pada nama lain selain ketua umumnya. 

Bila berpasangan dengan AHY, ada satu celah atau keuntungan yang mungkin bisa dimanfaatkan. Yaitu, merebut suara dari kalangan milenial. Sangat mungkin, mengingat AHY usianya masih sangat muda dan berpotensi mendapat dukungan tersebut.  

Bila berhasil menggiring suara milenial, tentu akan memperbesar peluang menang, mengingat jumlah pemilih dari kalangan muda ini adalah terbesar. Berdasarkan data BPS 2019, jumlahnya mencapai 37,7 persenan. 

Prabowo-Anies 

Sepintas pasangan ini bakal sulit terwujud, mengingat posisi Prabowo berada di koalisi pemerintah. Namun, ini bila melihat konstelasi politik hari ini. 

Ke depannya segala kemungkinan masih bisa terjadi. Dengan tidak berkoalisi dengan PDI Perjuangan, Prabowo bisa saja kebo mulih pakandangan (baca: kembali merapat pada partai oposisi). 

Bukan mustahil, Partai Gerindra dan Prabowo rujuk kembali dengan PKS. Bila ini terjadi, kemungkinan besar partai bulan sabit ini akan menyodorkan nama Anies Baswedan. Kenapa? karena selama ini nama Gubernur DKI Jakarta ini identik dengan kelompok oposisi. PKS salah satu diantaranya. 

Kalaupun tidak oleh PKS, ada nama Nasdem yang juga digadang-gadang berminat mengusung Anies Baswedan. Artinya, oleh siapapun diusungnya, Partai Gerindra masih tetap bisa mengusung pasangan calonnya. Karena telah memenuhi syarat presidential threshold. 

Bila pasangan ini terjadi akan menjadi pasangan cukup kuat. Mengingat Prabowo didukung oleh partai besar dan memiliki popularitas tinggi. Sedangkan Anies sendiri salah seorang kandidat yang selalu meraih angka elektabilitas tinggi. 

Prabowo-Airlangga 

Bila mendapat penolakan dari PKS atau Nasdem, Partai Gerindra masih bisa berkoalisi dengan Partai Golkar. Bisa dipastikan akan terbangun pasangan Prabowo-Airlangga Hartarto. 

Pasangan ini bakal cukup merepotkan lawan-lawan politiknya bila dilihat dari partai pendukung. Kedua partai ini sama-sama partai besar tanah air setelah PDI Perjuangan. 

Meski, elektabilitas Airlangga tak mumpuni, tapi kelemahannya ini bisa ditutupi dengan basis massa pendukung yang telah mengakar hingga pelosok daerah. 

Itulah kemungkinan yang bakal terjadi bila Prabowo tidak jadi berpasangan dengan Puan Maharani. Seperti halnya politik yang selalu berubah-rubah disesuaikan dengan kepentingannya, maka hipotesa pasangan Prabowo di atas boleh jadi meleset. 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun