AKSI massa menuntut pembebasan pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS), Jumat, 18 Desember 2020 untuk selanjutnya dikenal aksi 1812 berhasil dipukul mundur aparat kepolisian Polda Metro Jaya. Adapun aksi 1812 ini digagas oleh simpatisan Rizieq Shihab yang menamakan diri sebagai Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI.Â
Keberhasilan aparat kepolisian memukul mundur para peserta aksi, yang rencananya akan menggeruduk Istana Negara menuai banyak apresiasi banyak pihak. Kali ini patut diakui, mereka bekerja tidak seperti biasanya yang hanya mengawal aksi demo hingga batas waktu yang telah ditentukan. Kemudian membubarkannya.Â
Kemarin, Jumat (18/12) sikap polisi berubah total. Sebelum para peserta aksi mencapi titik kumpul, setiap ruas jalan masuk ditutup dan dihadang langsung. Bagi yang menurut, langsung balik kanan. Akan tetapi yang bandel, terpaksa pihak didesak hingga mundur. Akibatnya, klaim ribuan peserta demo di depan Gedung Istana Negara urung terwujud.Â
Sekilas, memang pihak kepolisian seperti hendak menghalang-halangi kebebasan berpendapat. Namun, dalam situasi pandemi, langkah tegas polisi cukup bisa dibenarkan. Tindakan tegas mereka semata-mata demi mencegah terjadinya kerumunan massa dalam jumlah besar, sehingga dikhawatirkan menciptakan klaster-klaster baru.Â
Berhasil dipukul mundurnya peserta aksi jelas menjadi pukulan telak bagi peserta aksi, khususnya FPI. Maksud mereka membebaskan Rizieq Shihab gagal total. Malah, nama FPI semakin tercoreng dimata masyarakat.Â
Pada aksi tersebut ditemukan beberapa fakta bahwa sebagian peserta demo dibekali atau membawa beragam senjata tajam (sajam). Ini membuktikan bahwa klaim aksi damai yang digembar-gemborkan sebelumnya hanya isapan jempol.Â
Entah langkah apa lagi yang bakal dilakukan FPI dan kelompoknya untuk membebaskan imam besarnya tersebut. Yang jelas, apapun langkah mereka sepertinya sulit terwujud. Sebab, pemerintah dan aparat keamanan tidak lagi berdiam diri.Â
Satu-satunya harapan FPI dan kelompoknya mungkin hanya mengandalkan beberapa tokoh politik nasional yang siap menjadi jaminan demi penangguhan penahanan Rizieq Shihab. Jika langkah ini mampu mempengaruhi pihak penyidik, bisa saja pimpinan FPI tersebut dibebaskan. Jika tidak, ya wasallam.Â
Nasib HRS dan Amien Rais di Ujung Tanduk?
Diketahui, setelah dipastikan menjadi tahanan Polda Metro Jaya, beberapa politisi nasional langsung bersedia menjaminkan diri demi penangguhan penahanan HRS. Langkah ini wajar, karena diatur oleh pasal 31 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Meski demikian, bila tidak disetujui pihak penyidik, maka HRS tetap saja tidak bisa keluar.Â
Katakanlah usulan jaminan tersebut disetujui, tetap saja nasib HRS di ujung tanduk. Karena, penangguhan penahanan bukan berarti proses hukum berhenti. Dalam hal ini pihak penyidik akan terus melanjutkan proses pemeriksaan sehingga akhirnya bisa menentukan layak tidaknya berkas-berkas penyidikan tersebut dilimpahkan ke kejaksaan untuk kemudian dilakukan proses pengadilan.Â
Menilik dari keyakinan Polda Metro Jaya yang langsung menjeratnya dengan pasal 160 KUHP tentang penghasutan, boleh jadi peluang HRS untuk bebas sangat kecil. Kasusnya ini kemungkinan besar akan sampai ke pengadilan.Â
Nah, hal ini mungkin yang dikhawatirkan para penjamin. Bila HRS diadili dan akhirnya ditahan, nasib mereka pun tak akan lebih baik. Artinya secara politik, mereka mengalami kerugian besar.Â
Salah seorang yang jor-joran membela HRS adalah mantan Ketua MPR RI, Amien Rais. Pembelaan Amien ini oleh sebagian dianggap bukan datang dari hati nurani. Akan tetapi, sebagai upaya mendapatkan keuntungan politik. Dia paham betul HRS memiliki pengikut banyak dan militan.Â
Amien Rais rencananya akan mendeklarasikan Partai UMMAT pada Januari 2021 mendatang. Sebagai partai yang baru lahir sudah barang tentu sangat membutuhkan dukungan pihak manapun yang memiliki dukungan massa banyak. Misal HRS.Â
Nah, bila upaya politik Amien Rais ini berhasil, sebuah keniscayaan HRS mendukungnya. Artinya, partai barunya akan mendapatkan amunisi baru berupa kekuatan oposisi kalangan Islam.Â
Tapi, sepertinya Amien Rais harus menunda dulu keinginannya ini. Karena dukungan HRS akan sulit didapat bila yang bersangkutan masih harus menjalankan proses hukum.Â
Lagipula yang memanfaatkan kekuatan massa HRS bukan hanya dia saja. Masih ada beberapa politisi lain yang partainya sudah jauh lebih stabil. Seperti, Fadli Zon dan Habiburokhman dari Partai Gerindra atau Aboe Bakar Al Habsy dari PKS.Â
Jadi, sama halnya dengan HRS, nasib Amien Rais pun di ujung tanduk. Sekalipun HRS bebas, dia masih harus bersaing dengan partai dan politisi lain.Â
Apalagi kalau proses hukum HRS berlanjut, Amien Rais harus banting tulang membangun partainya. Mustahil bagi dia meminta dukungan dari partai politik lain.Â
Tapi, inilah risiko yang harus diambil Amien Rais. Salah sendiri, dia masih kepikiran untuk berpetualang dalam kancah politik nasional. Padahal, seusia dia sudah waktunya istirahat di rumah. Bercengkrama dengan keluarga sambil ngemong cucu.Â
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H