Pasca kembali ke tanah air pada Rabu, 10 November 2020, HRS langsung menggebrak jagat tanah air. Hampir tidak ada hari tanpa pemberitaan yang melibatkannya. Mulai dari kerumunan massa di Bandara Soeta yang berujung adu cekcok dengan selebritis tanah air, Nikita Mirzani, akad nikah putrinya hingga akhirnya berujung penahanan oleh Polda Metro jaya.Â
Dari sini bisa diketahui, HRS memang masih unggul jauh dibanding Gatot soal popularitas, pengaruh dan mengundang pemberitaan media massa. Jamak, karena Imam Besar FPI ini merupakan sosok yang kerap menjadi sorotan tajam publik maupun pemerintah sejak beberapa tahun lalu. Gara-gara Aksi dan gaya dakwahnya yang cenderung propokatif dan sarat kontroversi.Â
Baru, setelah HRS berurusan dengan hukum akibat kerumunan massa, Gatot tiba-tiba kembali jadi bahan perbincangan. Pernyataannya soal 'kadrun' dan 'kampret' mengundang perhatian publik.Â
Gatot menghimbau semua pihak tidak lagi menyebut-nyebut kedua kata itu lantaran sama halnya melecehkan agama. Lebih baik disesuaikan dengan budaya Indonesia. Seperti, Mas, Kakak, atau Ucok.Â
Pernyataan Gatot soal 'kadrun' dan 'kampret' cenderung tiba-tiba. Dipercaya, hal ini hanya strategi dia mendapatkan kembali panggungnya yang tenggelam. Namun, himbauannya berat sebelah. Gatot terkesan membela kelompoknya saja.Â
Iya dong. Saya rasa, Gatot tidak fair kalau hanya menghimbau stop sebut 'kadrun' dan 'kampret'. Padahal, masih ada satu sebutan lagi yang kerap meramaikan konstelasi politik nasional. Yaitu, Cebong.Â
Diketahui, kadrun dan kampret adalah label yang melekat untuk pihak-pihak oposisi pemerintah dan Presiden Jokowi. Sedangkan 'cebong' adalah sebaliknya.Â
Nah, bukan rahasia umum pula jika selama ini Gatot identik dengan kelompok opoisi pemerintah. Maka himbauannya itu saya rasa hanya ingin membersihkan nama kelompoknya. Lagi, yang dijadikan senjatanya adalah agama.Â
Pola-pola berlindung di balik agama memang kerap dilakukan kelompok oposisi demi mendapat simpati dan dukungannya. Dan, sayangnya publik sudah paham dengan itu semua.Â
Bila Gatot hendak menetralisir semua sebutan yang berpotensi memecah belah bangsa, mestinya melibatkan nama 'cebong' dalam himbauannya. Dengan begitu, tidak akan timbul kesan kalau dia berat sebelah dan membela kepentingan kelompoknya saja.Â
Namun, sekali lagi mungkin ini bagian dari strategi politiknya demi mendapatkan kembali panggungnya serta meraih simpati dari kelompok 'kadrun' dan 'kampret' alias kelompok oposisi.Â