Sudah banyak beredar di beragam lembaga survei bahwa nama Mahfud dan Kang Emil adalah dua nama yang digadang-gadang layak masuk bursa capres/cawapres 2024. Kebetulan, angka elektabilitas keduanya tidak jauh berbeda.Â
Demi meraih rasa aman atau menghindari persaingan diantara mereka berdua, menyingkirkan pesaing terdekat tentu lebih masuk akal ketimbang merongrong nama-nama yang angka elektabilitasnya jauh lebih tinggi.Â
Menilik hal ini, percakapan di WAG mengarah pada pihak di balik perubahan drastis Kang Emil. Sebab, tidak ada satupun teman-teman di grup WhatsApp yang berpikir bahwa opini itu murni datang dari mantan Wali Kota Bandung dimaksud. Ada pihak lain yang membisiki atau mengendalikan semua ini.Â
Siapa? Kecenderungan pola pikir teman-teman lebih mengarah pada penasehat atu konsultan politiknya. Atau lebih jauhnya adalah partai pilitik yang hendak berupaya memberdayakan Kang Emil.Â
Dalam politik sebuah keniscayaan praktik-praktik kotor semacam itu terjadi. Para pesaing kerap berupaya untuk menjatuhkan lawannya demi kepentingan pribadi. Hanya saja, cara yang dilakukan Kang Emil ini tidak tepat waktu.Â
Patut diakui, awalnya Kang Emil digadang-gadang sebagai calon pemimpin potensial. Dia dianggap mampu menyatukan perbedaan, Â low profile dan tidak neko-neko. Namun kemudian, polesan yang cukup baik itu malah dicoreng sendirinya. Dia mulai berani sedikit membangkang pemerintah pusat.Â
Kang Emil tanpa diduga turut mendukung disahkannya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, yang jelas-jelas sudah disepakati antara DPR RI dengan pemerintah pusat. Kemudian, dia sempat menyatakan akan bersilaturahmi dengan MRS. Padahal, dia tahu betul bahwa pimpinan FPI itu dianggap simbol oposisi pemerintah.Â
Dua tindakan di atas membuat citra Kang Emil langsung ambruk dimata pendukung pemerintah. Bahkan, Masyarakat Jabar sendiri tak sedikit yang menyayangkan tindakannya itu. Bahkan, citra yang sudah jelek ini diperparah dengan tudingannya terhadap Mahfud MD.Â
Oke, Kang Emil sudah tak lagi berharap dukungan dari partai pendukung pemerintah. Dan, mengalihkan perhatiannya pada kalangan oposisi. Namun demikian, jalannya memperoleh dukungan dari pihak opisisi pun sepertinya harus melewati jalan berliku dan terjal. Pasalnya, jauh-jauh hari kubu ini telah mempunyai "anak emas" dalam diri Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.Â
Jika dibandingkan, jelas posisi Anies jauh lebih kuat dibanding Kang Emil. Untuk bisa menggesernya cukup mustahil. Sebab, konon mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini bakal didaulat sebagai pengganti sosok Prabowo Subianto yang telah menyebrang ke koalisi pemerintah.Â
Selain harus melawan Anies, kesempatan Kang Emil meraih dukungan pihak oposisi juga masih harus bersaing dengan nama cukup kuat lainnya. Yaitu, mantan Panglima TNI, Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo.Â