Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Harap Tahu, JPU Kasus Novel Baswedan "Tak Sengaja" Tuntut Hukuman Rendah, tapi...

15 Juni 2020   17:04 Diperbarui: 15 Juni 2020   16:55 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TAGAR tidak sengaja terus menjadi trending topic di media sosial (medsos). Hal tersebut tak lepas dari rendahnya tuntutan yang diputuskan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dua pelaku penyiraman air keras pada penyidik senior Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.

Sebagaimana di ketahui, JPU, Fredrik Akbar Syarippudin menuntut dua pelaku tersebut, yakni Brigadir Rahmat Kadir Mahulette dan Brigadir Rony Bugis, terdakwa hanya satu tahun penjara.

Jaksa menilai Rahmat terbukti menganiaya dengan terencana yang mengakibatkan luka berat karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram Novel. Sementara Rony dinilai terlibat dalam penganiayaan karena membantu Rahmat.

Kedua terdakwa dinilai melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat berencana.

Meskipun begitu, Jaksa menilai tindakan Rony dan Rahmat tak memenugi unsur-unsur dakwaan primer terkait penganiayaan berat dari Pasal 355 ayat (1) KUHO junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kontan, rendahnya tuntutan yang dilamatkan terhadap dua pelaku penyiraman air keras ini memantik sorotan tajam publik dan warganet.

Mereka menilai, tuntutan rendah tersebut telah melecehkan dan menodai supremasi hukum. Karena jika dari dilihat rentetan peristiwa sejak awal kejadian hingga tertangkapya Rahmat dan Rony yang sarat drama serta intrik-intrik lain seolah kasus ini sengaja "disembunyikan" karena ditenggarai melibatkan orang-orang kuat dibelakangnya, harusnya mendapatkan hukuman seberat-beratnya.

Apalagi, akibat prilaku kedua tersangka tersebut telah mengakibatkan kerusakan permanen si korban, Novel Baswedan.

Lucunya, tuntutan hukuman yang sangat rendah alasannya adalah ada faktor ketidaksengajaan. Karena maksud si pelaku sebenarnya penyiraman dimaksud menyasar ke arah tubuh lainnya. Bukan bagian mata dan kepala.

Berangkat dari alasan inilah akhirnya muncul tagar tak sengaja di medsos. Tagar ini pastinya bukan hendak mengamini apa yang dikatakan pihak pengak hukum. Justeru sebaliknya, sebagai bentuk protes atas ketidak puasan warganet.

Hukum Sebagai Barang Mainan

Di negeri ini hukum tak ubahnya barang mainan yang bisa diperlakukan seenaknya, sesuai dengan keinginan si pemilik.

Atau, hukum di negeri ini boleh jadi hanya dianggap sebagai tanah liat dan perangkat hukumnya sebagai pengrajin.

Seperti pengrajin yang bisa membentuk tanah liat sekehendak dirinya. Pun, dengan aparat hukum merasa bisa memperlakukan hukum itu sendiri sekehendak udelnya.

Jelas-jelas kasus yang sebenarnya harus mendapatkan hukuman berat pun ditangan aparat hukum bisa dibentuk atau diubah sesui kehendak hatinya.

Setidaknya yang menganggap bahwa dua pelaku penyiraman air keras itu penuh sandiwara dan harus dihukum berat datang dari anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Muhammad Isnur.

Seperti dikutip dari katadata.co.od, Isnur menyatakan dalam persidangan penuh kejanggalan. 

Kejanggalan pertama adalah dakwaan Jaksa menggunakan Pasal 351 dan Pasal 355 KUHP berupaya menafikan fakta sebenarnya. Terlebih Jaksa menyebut tidak ada unsur primer penganyiaan berencana.

"Padahal kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi untuk menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal dunia," kata Isnur melalui keterangan resmi, Jumat (12/6).

Kemudian, lanjut Isnur, semestinya Jaksa menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati atau seumur hidup.

Selanjutnya, Isnur menyebut saksi-saksi penting tak dihadirkan dalam persidangan. Menurutnya setidaknya tiga orang saksi penting tak dihadirkan. Padahal ketiganya sudah pernah diperiksa penyidik Polri, Komnas HAM, serta Tim Pencari Fakta yang dibentuk Polri.

Kejanggalan terakhir, kata Isnur, adalah Jaksa tampak membela para terdakwa dari tuntutan yang ringan. Keberpihakan Jaksa kepada terdakwa, menurutnya, juga sudah terlihat saat agenda pemeriksaan Novel. Saat itu, Jaksa memberikan pernyataan yang cenderung menyudutkan Novel.

JPU "Tak sengaja"

Kembali pada alasan tak sengaja pihak pelaku menyiram air keras ke arah muka Novel Baswedan memang menjadi lucu.

Bagaimana tidak, tindakan yang telah direncanakan matang dari mulai pengintaian hingga akhirnya terjadi peristiwa penyiraman dilakukan tanpa kesengajaan. Dan parahnya, alasan ini diamini oleh para penegak hukum.

Mereka percaya saja dengan alasan tersebut, hingga akhirnya memunculkan tuntutan hukuman penjara teramat rendah.

Dengan begitu, penulis berkeyakinan dan harap tau saja bahwa sebenarnya JPU menuntut hukuman rendah terhadap kedua pelaku penyiraman air keras itu juga "tidak sengaja" tapi sayangnya apa yang dikatakan penulis ini bohong.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun