DALAM perjalanan sejarahnya, tanah air Indonesia telah melewati lembaran-lembaran kelam dan penghianatan anak bangsa. Pengkhianatan di sini maksudnya adalah ingin menggulingkan pemerintahan yang sah dan menjadikannya negara sesuai dengan keinginan para pemberontak.
Sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 setidaknya ada beberapa peristiwa pemberontakan dan pengkhianatan bangsa yang hendak mengkudeta pemerintahan yang berdaulat.
Berikut adalah beberapa bentuk pemberontakan yang berhasil di rangkum dari beberapa sumber :
Pertama adalah pemberontakan PKI Madiun 1948 yang dipimpin oleh Muso. Pemberontakan ini adalah peristiwa pertama sejak Indonesia merdeka.
Sesuai dengan namanya pemberontakan tersebut menginginkan bahwa ideologi Pancasila digantikan dengan faham komunis, yang kala itu kiblatnya adalah Negara Uni Soviet.
Berkat kesigapan para TNI atas perintah langsung Panglima Besar Soedirman, pemberontakan PKI di bawah kendali Muso berhasil di tumpas. Muso sebagai aktor utama di balik peristiwa kelam ini pun tewas terbunuh.
Kedua adalah pemberontakan DI/TII Kartosoewiryo. Pemberontakan ini menurut catatan sejarah dipicu oleh kekecewaan atas kepemimpinan Sukarno.
Lagi, nasib pemberontakan ini setali tiga uang dengan pemberintakan PKI Muso, berhasil ditumpas hingga ke akar-akarnya. Kartosoewiryo sang pemimpin akhirnya tertangkap dan di hukum mati.
Ketiga adalah pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republil Indonesia (PRRI) di bawah pimpinan Syafrudin Prawiranegara.Â
Dianggap ingin membentuk pemerintahan tandingan, akhirnya PRRI Inipun berhasil dilumpuhkan. Dan, sekali lagi Indonesia aman dari pergolakan.
Keempat adalah pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Lagi, pemberontakan ini juga dilandasi oleh bentuk kekecewaannya terhadap ideologi Pancasila dan pemerintahan Sukarno.Â
Kelima adalah pemberontakan Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS). Yaitu sebuah pemberontakan yang didasari rasa kecemburuan rakyat Maluku Selatan yang menganggap bahwa pemerintah tidak adil dalam hal pembangunan.
Keenam adalah pengkhianatan G 30 S/PKI. Peristiwa kelam ini seperti diketahui terjadi pada tanggal 30 September 1965 dimana enam jendral dan satu perwira menengah menjadi korban kebiadabannya.
Di bawah kepemimpinan Jendral Suharto yang kelak menjadi presiden terlama bangsa ini, PKI yang kali ini dipimpin oleh DN Aidit dan Untung berhasil ditumpas hingga ke akar-akarnya.
Itulah sederet kisah perjalanan kelam Bangsa Indonesia pasca kemerdekaan. Namun, baru-baru ini bahkan sempat menjadi pembicaraan dan diskusi panas bahwa PKI sudah mulai tumbuh kembali di tengah-tengah masyarakat.
Pasti, truama bangsa dan rakyat Indonesia masih sangat membekas bila mengingat aian kebiadaban faham komunis ini di masa lalu, terutama atas apa yang terjadi pada tahun 1965 silam.
Atas dasar itu, pemerintah selalu berupaya agar faham yang memiliki ciri khas bendera berlambang palu dengan arit disilang ini tidak kembali tumbuh subur apalagi sampai beranak pinak. Soalnya bukan mustahil akan menjadi ancaman serius bagi kedaulatan bangsa dan negara.
Larangan PKI Sudah Final
Masih bicara tentang PKI, baru-baru ini ramai dibahas tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Sebab, RUU HIP ini dinilai berpeluang membangkitkan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kendati demikian, hal itu dibantah keras oleh Menko Polhukam, Mahfud Md. Tegasnya, hal ini tidak akan terjadi karena pelarangan komunisme di Indonesia sudah bersifat final.
Pernyataan tersebut disampaikan Mahfud Md dalam webinar bersama tokoh Madura lintas provinsi dan lintas negara yang digelar Sabtu (13/6/2020).
Dikutip dari detik.com, dalam acara tersebut Mahfud menjelaskan RUU HIP disusun oleh DPR dan masuk dalam prolegnas tahun 2020. Tahapan sampai saat ini pemerintah belum terlibat pembicaraan dan baru menerima RUU tersebut.
"Presiden belum mengirim Supres (Surat Presiden) untuk membahasnya dalam proses legislasi. Pemerintah sudah mulai mempelajarinya secara saksama dan sudah menyiapkan beberapa pandangan," kata Mahfud di acara tersebut seperti tertulis dalam rilis resmi Kemenko Polhukam hari ini.
Mahfud mengatakan, nanti jika saat tahapan sudah sampai pada pembahasan pemerintah akan mengusulkan pencantuman TAP MPRS No XXV/MPRS/1966 dalam konsiderans dengan payung
"Mengingat: TAP MPR No. I/MPR/1966". Di dalam Tap MPR No. I/MPR/2003 itu ditegaskan bahwa Tap MPR No. XXV/1966 terus berlaku.
Ditegaskan Mahfud, pemerintah akan menolak jika ada usulan memeras Pancasila menjadi Trisila atau Ekasila. Bagi pemerintah Pancasila adalah lima sila yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945 dalam satu kesatuan paham.
Masih dikutip dari detikcom, Kelima sila tersebut tidak bisa dijadikan satu atau dua atau tiga tetapi dimaknai dalam satu kesatuan yang bisa dinarasikan dengan istilah 'satu tarikan napas'.
"Pelarangan komunisme di Indonesia bersifat final sebab berdasarkan TAP MPR No I Tahun 2003 tidak ada ruang hukum untuk mengubah atau mencabut TAP MPRS XXV Tahun 1966," tegasnya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H