BICARA kerajaan Majapahit, penulis jadi teringat waktu masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Waktu itu guru sejarah begitu antusias menyampaikan pada para siswanya tentang kehebatan serta kekuasaan kerajaan yang diyakini pernah ada di tanah Jawa sekitar abad ke-13.
Penulis yang kebetulan cukup menyenangi pelajaran sejarah kadang turut hanyut dengan apa yang dikatakan oleh guru penulis dimaksud. Jika merasa tidak puas, kerap kali penulis membaca kembali kisahnya di buku pelajaran sejarah.
Sepengetahuan penulis, Kerajaan Majapahit adalah salah satu imperium terbesar yang pernah dimiliki Indonesia pada abad ke-13. Majapahit menjadi kerajaan Hindu-Budha terakhir yang menguasai Nusantara.Â
Karena seterusnya, berdiri kerajaan-kerajaan Islam seiring munculnya para ulama dan wali di tanah air untuk menyebarkan syiar Islam.
Kembali ke tema tulisan, Kerajaan Majapahit sampai pada puncak kejayaannya saat kerajaan tersebut di bawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk dengan seorang maha patihnya yang melegenda, Gajah Mada.
Menggema dengan Sumpah Palapanya, Majapahit di bawah maha patih Gajah Mada konon katanya berhasil menyatukan wilayah atau kerajaan-kerajaan di Nusantara untuk kemudian mengantarkannya pada puncak kejayaan.
Dikutip dari Historia.id, bersama dengan Mahapatih Gajah Mada, Hayam Wuruk berhasil menjadikan Majapahit kerajaan terbesar di eranya saat itu. Menaungi tak kurang dari 98 kerajaan atau hampir seluruh Wilayah Nusantara, hingga memperluas kekuasaan ke Thailand, Singapura, dan Malaysia.
Seperti telah diulas pada paragraf di atas, setelah mengikrarkan Sumpah Palapa, Gajah Mada beserta para pendukungnya mulai unjuk kekuatan. Bersama tentara Majapahit, mereka memulai serangkaian serangan ke luar Jawa.
Begitu banyak kerajaan-kerajaan yang takluk oleh keperkasaan Patih Gajah Mada dan kekuatan angakatan perangnya. Bisa dikatakan, apapun kerajaan dan siapapun rajanya jika diserang oleh Kerajaan Majapahit di bawah komando Sang Maha Patih Gajahmada, hampir dipastikan takluk dan menjadi daerah kekuasaannya.
Eksvansi militer atau angkatan perang Majapahit terhadap kerajaan-kerajaan tersebut tentunya beda dengan eksvansi yang dilakukan oleh bala tentara Bangsa Mongol di bawah kekaisaran Jengis Khan dan keturunannya yang haus akan kekuasaan dan pengakuan.
Eksvansi militer yang dilakukan oleh Kerajaan Majapahit adalah semata-mata ingin mempersatukan Nusantara agar ada dalam satu tampuk kekuasaan, seiring dengan keinginan dan Sumpah Palapa Patih Gajah Mada.
Baca juga: Historiografi Politik: Kejayaan Kerajaan Majapahit di Tangan Mahapatih Gajah Mada
Namun tahukah sahabat K'ners dan pembaca dimanapun berada, di balik kisah sukses Kerajaan Majapahit dan Patih Gajah Mada mempersatukan kerajaan-kerajaan yang berada di Nusantara, ternyata ada satu kerajaan yang tidak berani ditaklukan atau diserangnya. Kerajaan itu adalah Kerajaan Sunda.
Untuk itu Sunda menjadi satu wilayah yang tidak mengakui kebesaran dan kekuasaan Majapahit. Padahal banyak kerajaan di nusantara yang telah melakukannya.
Tentu saja tidak diserangnya Kerajaan Sunda oleh Majapahit bukan tanpa sebab. Ada alasan jelas, sehingga Gajah Mada dan bala tentaranya enggan melakukan itu.
Dikutip dari historia.id, arkeolog Agus Aris Munandar berpendapat, pada masa itu ada anggapan, Sunda merupakan wilayah yang harus dihormati. Tak layak ditaklukkan secara militer. Menurut Agus dasar pemikiran itu mungkin disandarkan kepada pernyataan dalam Prasasti Raja Sri Jayabhupati dari abad 11 M. Prasasti berbahasa Jawa Kuno ini ada di wilayah Sukabumi. Di dalamnya disebutkan gelar yang mirip dengan Airlangga, yaitu Jayabhupati haji ri Sunda (Raja Sunda) yang sejatinya masih kerabat penguasa di Jawa Timur.
Bcaa juga: Raja Majapahit Terakhir, Dyah Ranawijaya atau Batara Vigiaya?
Sementara menurut Chanel Youtube Insight & Inspirative yang penulis tonton, tidak diserangnya Kerajaan Sunda oleh Gajah Mada karena diduga segan, mengingat wilayah Sunda sebagai wilayah yang aman dan stabil.
Penduduk wilayah Kerajaan Sunda tampak tidak ditakutkan dengan berbagai peperangan. Karenanya Gajah Mada khawatir jika pihaknya begitu saja menyerang Sunda dalam perang terbuka, mereka bakal kalah.
Lagipula secara politik hubungan antara Sunda dan Majapahit baik-baik saja. Hanya saja para penguasa Sunda tidak pernah mau tunduk di bawah Majapahit.
Masih dari pemahaman penulis yang ditonton dari chanel Youtube Insight & Inspiratif, peluang untuk menaklukan Sunda sempat datang ketika putri raja Sunda, Dyah Pitaloka akan menikah dengan Raja Majapahit, Hayam Wuruk.
Dalam kesempatan itu, Gajah Mada sempat membuat strategi politik dengan menafsirkan kedatangan orang nomor satu Kerajaan Sunda itu sebagai pernyataan tunduk. Dia meminta sang putri sebagai persembahan dari Sunda ke Majapahit.
Rombongan Kerajaan Sunda tentu saja menolak tunduk. Pernikahan pun gagal dan terjadilah Peristiwa Bubat. Kendati demikian, Kerajaan Sunda tetap tak berhasil ditaklukkan. Bahkan, kerajaan itu baru binasa 60 tahun setelah Majapahit runtuh pada 1519.
Itulah sedikit fakta dan alasan kenapa Kerajaan Majapahit yang melegenda dengan segala kebesarannya ternyata tidak berani menyerang Kerajaan Sunda.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H