Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

New Normal, Kepentingan Politik dan Berkacalah pada Korea Selatan

1 Juni 2020   21:34 Diperbarui: 1 Juni 2020   21:24 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ENTAH apa yang terlintas dalam pemikiran-pemikiran para pemangku kebijakan negara ini. Betapa tidak, di saat kondisi tanah air masih berjibaku dengan pandemi virus corona atau covid-19, pemerintah justru mewacanakan dan akan menerapkan kebijakan new normal.

Bisa jadi maksud pemerintah ini baik, tidak ingin gara-gara mewabahnya virus corona membuat perekonomian di tanah air kian terpuruk. Namun masalahnya, apalah arti ekonomi jika kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakatnya masih dalam ancaman ganasnya virus asal Wuhan, China tersebut. Hal itu jelas tidak berarti bukan?

Betul, dalam penerapan kebijakan new normal, pemerintah selalu mewanti-wanti agar masyarakat senantiasa memperhatikan protokol kesehatan sebagaimana telah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah. Hanya saja, patut dicermati pula tingkat kedisipilinan masyarakat tanah air. Menurut hemat penulis, maaf dengan berat hati harus mengatakan masih sangat rendah.

Tengok saja, dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan dengan segala pernak-pernik aturan berikut sanksi, masih begitu banyak masyarakat yang seolah tak peduli. Masih banyak ditemukan penduduk +62 ini bekerkeliaran, berkegiatan di luar rumah seolah tidak ada apa-apa. Khususnya waktu menjelang hari raya idul fitri kemarin.

Hampir di seluruh daerah di tanah air, masyarakat Indonesia dengan santainya berdesak-desakan di pusat perbelanjaan, baik di pasar tradisional, modern bahkan pusat pertokoan besar.

Parahnya, para pemangku kebijakan pun seolah tidak mampu berbuat apa-apa. Kerumunan massa yang terjadi pada beberapa hari terakhir sebelum lebaran seolah dibiarkan saja. Mereka seperti pasrah dengan fenomena tersebut.

Akibatnya, beberapa pasar di beberapa daerah menjadi klaster baru penyebaran virus corona. Sebut saja diantaranya adalah pasar Cileungsi Bogor, Jawa Barat dan Pasar Pinasungkulan Menado, Sulawesi Utara.

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana jadinya prilaku masyarakat Indonesia jika nantinya penerapan kebijakan new normal diberlakukan? Boleh jadi, mereka akan lebih leluasa untuk kembali melakukan aktifitas kesehariannya tanpa takut lagi di awasi atau diperiksa oleh aparat yang telah disiapkan pemerintah.

Ya, penulis melihat bahwa kedisiplinan yang dilakukan oleh masyarakat ini kecenderungannya hanya takut diperiksa oleh aparat keamanan dibanding oleh virus itu sendiri.

Jika ini berlaku, tentu akan sangat membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat tanah air sendiri. Walau bagaimanapun, dalam pandangan penulis, new normal ini sangat dipaksakan oleh pemerintah hanya demi mensetabilkan kembali ekonomi negara yang terpuruk.

Pro kontra yang tumbuh kembang di masyarakat terkait penerapan kebijakan new normal sepertinya sudah tidak berarti lagi bagi pemerintah. Dalam pikiran mereka, yang penting bagaimana caranya ekonomi kembali tumbuh dan stabil seperti semula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun