Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kilas Balik: Sekelumit Kisah Lengsernya Soeharto dan Lahirnya Reformasi

21 Mei 2020   15:45 Diperbarui: 21 Mei 2020   16:14 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HARI ini adalah tanggal 21 Mei, bagi Bangsa dan Negara Indonesia merupakan salah satu tonggak sejarah dalam perjalanan pemerintahan tanah air.

Ya, tepat pada tanggal 21 Mei, tepatnya pada 1998 silam, Bangsa dan Negara Indonesia terlepas dari belenggu orde baru yang dicengkram rezim Soeharto lebih dari 32 tahun lamanya.

Hari ini, 22 tahun silam, Soeharto yang sudah begitu menguasai sel-sel kehidupan di tanah air tak kuasa menahan terpaan badai demonstrasi mahasiswa yang menuntutnya untuk mundur dari kursi presiden. Hingga akhirnya sang pemimpin yang terkenal dengan sebutan bapak pembangunan ini lengser.

Sejak saat itulah Bangsa dan Negara Indonesia masuk pada era baru yaitu era reformasi, yang masih berlangsung hingga saat ini.

Lalu, bagaimana bisa seorang tokoh sentral dan pemimpin maha kuat tanah air ini lengser dari singasana yang sudah diduduki lebih dari 32 tahun?

Kala itu atau sekira awal tahun 1998 kondisi ekonomi Indonesia mulai oleng. Hal ini tak lepas dari pengaruh krisis moneter yang melanda dihampir seluruhi Asia sejak tahun 1997.

Dengan dalih kondisi ekonomi tanah air yang cenderung terus memburuk ini menggugah para mahasiswa yang ada di nusantara melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta, sekira awal-awal bulan Mei 1998.

Begitu masifnya aksi demo mahasiswa kala itu membuat tim barikade keamanan dari TNI kewalahan dan akhirnya bertindak dengan cara kekerasan dengan cara menembakan peluru ke arah mahasiswa. Akibatnya beberapa orang mahasiswa dari Universitas Trisakti, Jakarta pun meregang nyawa. Peristiwa itu sendiri terjadi pada tanggal 12 Mei 1998.

Dengan adanya korban jiwa, sama sekali tidak menyurutkan langkah mahasiswa. Sebaliknya, mereka semakin gencar dengan gelombang massa jauh lebih besar merangsesk ke Ibu kota negara. Sehingga keadaan pun makin tak terkendali. Bahkan, kali ini tidak hanya mahasiswa yang turun ke jalan, tapi masyarakat pun ikut terlibat.

Akibatnya sungguh tragis. Paska terjadinya penembakan terhadap mahasiswa Trisakti, keesokan harinya terjadi kerusuhan luar biasa di ibu kota.

Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan dan dijarah oleh amuk massa, terutama milik warga Indonesia keturunan China. Bahkan, kerusuhan ini tidak hanya terjadi di Jakarta, melainkan juga terjadi di beberapa daerah lain. Salah satu diantaranya adalah Medan, Sumatera Utara.

Kerusuhan yang disertai dengan beragam tindakan kriminalitas termasuk penjarahan ini pada akhirnya bisa dilumpuhkan oleh aparat keamanan. Tapi, tidak dengan aksi masa mahasiswa yang terus menuntut reformasi dan Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatannya. Bahkan ratusan ribu mahasiswa yang tergabung dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia ini mampu menduduki Gedung parlemen.

Gelombang protes dan aksi demo besar-besaran ini rupanya membuat pemerintah, khususnya Presiden Soeharto tak mampu lagi bersikukuh mempertahankan kekuasaannya.

Akhirnya, tepat tanggal 21 Mei 1998, sang rezim memutuskan lengser dari jabatan yang sudah digenggammnya selama lebih 32 tahun.

"Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998," ujar Soeharto saat membacakan surat pengunduran dirinya. (Tempo.co)

Soeharto menyerahkan tampuk kekuasaan pada wakilnya, yang kala itu dijabat oleh BJ Habibie. Lengsernya Soeharto sekaligus menjadi tonggak lahirnya era baru yaitu reformasi.

Tak pelak, keputusan Presiden Soeharto ini disambut gegap gempita, penuh haru dan bahagia. Perjuangan mahasiswa yang sudah berdarah-darah demi lengsernya Soeharto dan digantikan dengan era reformasi ini tidak sia-sia.

Demikianlah sekelumit atau penggalan kisah hancurnya rezim Soeharto dan lahirnya tonggak sejarah baru Indonesia, yakni era reformasi. Tanpa disadari peristiwa kelam dan tonggak sejarah era kebebasan dari belenggu orde baru, hari ini Kamis (21/5/2020) sudah menginjak umur 22 tahun.

Pertanyaannya, apa yang telah dihasilkan selama 22 tahun era reformasi?

Boleh jadi masing-masing pihak akan berbeda pandangannya jika ditanya seperti tersebut diatas. Namun, khusus bagi saya, keberhasilan atau lebih tepatnya perubahan paling mencolok yang terjadi selama era reformasi adalah kebebasan berpendapat dan berpolitik serta pembatasan masa jabatan presiden.

Sebagaimana diketahui, pada era Soeharto, masyarakat Indonesia seolah dibungkam untuk tidak bersuara lantang menentang kebijakan pemerintah. Jika membandel, akibatnya bakal patal. Lain halnya dengan sekarang, publik begitu bebas mengutarakan pendabatnya tanpa harus dibayang-bayangi rasa khawatir akan diciduk.

Dalam kehidupan berpolitik, diluar memang tampak demokratis terbukti ada 3 partai yakni PPP, Golkar dan PDI yang selalu ikut meramaikan pemilihan umum. Namun realitanya tidak demikian. Ketiga partai hanyalah boneka kekuasaan yang leadernya ada di tangan Golkar.

Di era reformasi sudah bisa kita saksikan bersama, setiap orang atau siapapun itu seolah bisa mendirikan partai politik kapanpun mereka mau selama sesuai dengan regulasi yang ada.

Pun dengan masa jabatan presiden. Pada masa orde baru, presiden bisa terus saja dicalonkan berkali-kali selama dirinya masih mampu dan kuat. Terbukti, Soeharto bisa berkuasa hingga 32 tahun lebih.

Tentu saja, hal itu berbeda dengan era reformasi. Dimana presiden maksimal hanya boleh berkuasa dua periode atau 10 tahun.

Saya rasa itulah perubahan mencolok yang dihasilkan dari era reformasi. Selebihnya justru masih sangat mengkhawatirkan atau tidak lebih baik dibanding era orde baru.

Betapa tidak, di era roformasi kasus-kasus korupsi justru malah kian marak terjadi dihampir setiap lembaga pemerintah. Buktinya tentu tidak usah dibahas lebih jauh. Bagaimana Komisi Pemberantasan Korupsi telah begitu banyak mencokok para karuptor selama lembaga antirasuah ini berdiri sejak tahun 2002 silam.

Pun dengan kehidupan ekonomi, sama sekali tidak bisa disebut lebih baik, apalagi saat ini negara tengah dihadapkan pada pandemi virus corona atau covid-19. Dimana ekonomi rakyat benar-benar sedang terpuruk.

Bahkan bicara sektor ekonomi, bukan tidak mungkin masyarakat justru lebih memilih pada saat rezim Soeharto berkuasa. Setidaknya, saya pernah beberapa kali mendapat pengakuan dari beberapa orang yang pernah diajak ngobrol, bahwa saar orde baru ekonominya tidak separah sekarang. Dulu katanya harga-harga barang pokok masih sangat terjangkau dan tak susah dicari.

Tak heran, jika belakangan muncul anekdot yang sempat viral juga di media sosial, yaitu sebuah foto Soharto yang tersenyum sambil melambaikan tangan, lalu disertai narasi pertanyaan, " Piye kabare, penak jamanku to?"

Banyak pihak yang menganggap bahwa foto itu beredar sebagai bentuk keluhan akan tingginya harga BBM dan harga bahan pokok serta kerinduan masyarakat akan kondisi ekonomi pada jaman Soeharto.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun