Sadar himbauannya tidak berjalan efektif, akhir bulan Maret 2020, pemerintah membuat regulasi khusus penanganan virus corona, yakni PSBB.
Pada prinsipnya, PSBB tidak jauh berbeda dengan anjuran pemerintah sebelumnya berupa social dan physical dialstancing serta work from home. Hanya saja dalam penerapannya, PSBB ini diberlakukan dengan aturan lainnya berupa Undang-undang karantina kesehatan.
Dengan Undang-undang karantina kesehatan ini, memaksa masyarakat untuk mematuhinya. Karena dalam PSBB ada sanksi bagi siapapun yang melanggarnya.
Daerah pertama yang menerapkan PSBB adalah DKI Jakarta. Kemudian disusul oleh daerah Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Dari sini, beberapa daerah lainnya pun menyusul, termasuk salah satunya Kabupaten Sumedang.
Meski belum benar-benar memperoleh hasil maksimal. Tapi diyakini jika penerapannya lebih serius dan dibarengi kedisiplinan tinggi dari masyarakat, akan mampu memutus rantai penyebaran virus corona.
Tapi, alih-alih PSBB ini lebih diperketat dalam pelaksanaannya, pemerintah dalam hal ini Mahfud MD malah merencanakan akan adanya pelonggaran atau relaksasi. Pasalnya, PSBB ini dianggap telah mengekang aktivitas masyarakat sehingga mengakibatkan stress.
Mahfud MD Babak Belur
Tak pelak, rencana yang dilontarkan Mahfud MD ini mendapat penolakan sejumlah pihak. Pasalnya, dianggap akan semakin menambah jumlah pasien covid-19.
Beberapa pihak mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru melakukan relaksasi PSBB. Tak sedikit pihak agar pemerintah lebih mendengarkan pendapat para kepala daerah.
Benar, dengan adanya PSBB, semua pihak merasakan tidak nyaman. Namun demi keselamatan dan kesehatan, terpaksa hal itu harus dijalani. Dengan kata lain, sebelum kecepatan penularan Covid-19 terkendali, relaksasi PSBB sebaiknya jangan dilakukan.
Itulah pendapat yang disampaikan beberapa pihak, menanggapi rencana relaksasi PSBB yang dilontarkan Mahfud MD.