Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saat Anak Buah Megawati "Obok-obok" Jokowi

30 April 2020   22:19 Diperbarui: 30 April 2020   22:41 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ADA apa dengan PDI Perjuangan? Pertanyaan besar ini terus terang menggelayut dalam pikiran penulis. Pasalnya, dalam beberapa waktu terakhir sepertinya "geram" terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Maksud "geram" di sini tentu saja tidak bisa disamakan artinya ketika seseorang tengah membenci pihak lain, lalu menantangnya duel atau hal sejenisnya. Melainkan, kritikan dan serangan yang dilancarkan partai berlambang banteng gemuk moncong putih ini dalam pandangan penulis terlalu menukik tajam dan sangat keras. Dan, rasanya hal ini janggal keluar dari politisi-politisi partai yang dinahkodai Megawati Soekarno Putri tersebut.

Pasalnya, sudah bukan rahasia umum, dalam dua periode kepemimpinan Jokowi, PDI Perjuangan adalah garda terdepan yang mendukung dan mengusungnya. Bahkan, tak jarang Jokowi disebut oleh Megawati sebagai "pekerja" partai.

Wajar, berkat Jokowi pula, diakui atau tidak, PDI juga mampu memenangi kontestasi Pemilihan umum selama dua periode berturut-turut, yakni 2014 dan 2019.

Sebagai partai pengusung utama, sejatinya PDI Perjuangan memberikan support atau setidaknya "membela" setiap kebijakan Jokowi. Tapi, untuk beberapa waktu terakhir yang terjadi malah sebaliknya. Mereka justru asik menyerang kebijakan mantan Gubernur DKI Jakarta ini. Khususnya terkait diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020  1 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19.

Anak buah Megawati yang bersuara lantang tentang Perppu tersebut di atas adalah anggota Komisi III DPR, Masington Pasaribu. Dia menganggap bahwa Perppu tersebut diterbitkan bukan untuk kepentingan masyarakat banyak, dalam hal penanganan pandemi virus corona atau covid-19 di tanah air.

Masington menilai, Perppu 1/2020 tersebut bertentangan dengan konstitusi dan disinyalir ada kepentingan besar di belakangnya yakni oligarki.

Rupanya kritikan keras ini tidak hanya datang dari Masington. Politisi PDI Perjuangan lainnya yang juga merupakan anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan juga menyuarakan hal serupa. Bahkan, dia bersuara jauh lebih keras dibanding koleganya, Masington.

Seperti dilansir Pojoksatu.co.id, Arteria menegaskan KPK seharusnya masuk menelusuri dan mencermati lebih dalam terkait korupsi kebijakan, mulai dari prosedur, mekanisme, due process of law dari suatu kebijakan yang diambil.

"Saya mendesak pimpinan KPK untuk mencermati. Presiden harus tetap diposisikan sebagai kepala negara pemegang kekuasaan tertinggi berdasarkan UU," tegasnya, Rabu (29/4/2020).

"Apalagi perppu yang melampaui kewenangan UUD, menabrak fatsun konstitusi, menegasikan kekuasaan presiden selaku kepala negara, serta menghilangkan daulat rakyat dalam konteks keuangan negara dan politik anggaran" imbuhnya.

Masih dilansir Pojoksatu.co.id, ditegaskan Arteria, ring satu istana negara seharusnya memberikan informasi kepada Presiden terkait Perppu 1/2020 yang dianggap menegaskan kekuasaan kepala negara lantaran pejabat negara mendapat imunitas.

"Apa gunanya para menteri? Kalau tidak berani ambil kebijakan disaat krisis, tidak berani jadi pagar hidupnya presiden, disuruh kerja malah minta imunitas? Lah, orang biasa juga bisa kalau begitu," sesalnya.

Lebih lanjut, Arteria meminta KPK segera menelusuri potensi korupsi kebijakan dalam Perppu 1/2020 tersebut. DPR, kata dia, ingin mengetahui siapa yang bermain di balik Perppu Covid-19 ini.

Itulah kritikan yang terlontar dari kedua anak buah Megawati dalam mensikapi Perppu 1/2020. Boleh jadi kritikan itu ada benarnya. Sebab yang menyikapi kasus ini tidak hanya datang dari para politisi PDI Perjuangan semata. Melainkan, sejumlah tokoh nasional, diantaranya Din Syamsudin dan Amin Rais sepakat akan mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tentu saja hal tersebut di atas adalah hak mereka untuk tidak setuju atau mengkritisi Perppu dimaksud. Namun, dalam pandangan penulis rasanya miris saja, di saat bangsa negara tengah dihadapkan pada situasi gawat yang mengharuskan adanya langkah dan penanganan sesegera mungkin masih mempermasalahkan tetek bengek aturan.

Tentu saja, penulis tidak ingin membenarkan apa yang terjadi di balik penerbitan Perppu 1/2020 tersebut. Sebab kalau ada kesalahan tetap harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Hanya saja, untuk sementara ini sejatinya mereka bisa lebih dulu menahan diri agar tidak semakin memperkeruh suasana dan memperlambat proses penanganan penyebaran virus corona.

PDI Perjuangan Tak Butuh Jokowi?

Kembali pada awal tulisan, tentang rasa penasaran penulis tentang sikap keras PDI Perjuangan, terutama kedua anak buah Megawati rasanya bukanlah perkara sepele.

Boleh jadi sikap keras kedua nama ini memang melihat kejanggalan-kejanggalan atas terbitnya Perppu dimaksud. Namun, dalam hal ini, kacamata sederhana penulis melihatnya lain.

Dalam hal ini, mereka hanya ingin memperlihatkan perannya sebagai anggota DPR yang sekaligus merepresentasikan suara partai. Bahwa mereka ingin tampak sebagai partai yang selalu berada di pihak wong cilik. Karenanya, mereka selalu berusaha mengkritisi kebijakan pemerintah jika ada celah.

Satu hal lagi, pada dasarnya mereka atau bahkan PDI Perjuangan sudah tidak lagi membutuhkan Jokowi seperti yang terjadi sebelum Pilpres 2019 lalu.

Ya, mereka sadar bahwa untuk Pilpres mendatang, sesuai regulasi pemilihan umum, Jokowi sudah tidak mungkin lagi mencalonkan diri sebagai presiden. Jadi, secara politik mereka sudah tidak punya kepentingan lagi. Untuk itu, setiap ada celah atau kesempatan, penulis rasa mereka akan terus mengkritisi pemerintah. Satu tujuan mereka, yakni mendapatkan simpati rakyat.

Jika ini terjadi, semakin menegaskan, bahwa dalam politik tidak ada persahabatan sejati, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun