"Perkenankan saya untuk menyampaikan informasi pengunduran diri saya sebagai Staf Khusus Presiden Republik Indonesia yang telah saya ajukan melalui surat pada 17 April 2020 dan kemudian disetujui oleh Bapak Presiden. Pengunduran diri ini semata-mata dilandasi keinginan saya yang tulus untuk dapat mengabdi secara penuh kepada pemberdayaan ekonomi masyarakat, terutama yang menjalankan usaha mikro dan kecil," Kata Andi Taufan Garuda Putra dalam suratnya, Jumat (24/4/2020). Dikutip dari detikcom.
SEPERTI telah diperkirakan, akhirnya Andi Taufan Garuda Putra mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Staf Khusus (Stafsus) milenial Presiden Joko Widodo (Jokowi).Â
Pengunduran diri Andi Taufan menjadikan Presiden Jokowi harus kehilangan dua stafsus milenialnya dalam sepekan terakhir. Setelah sebelumnya Adamas Belva Devara melakukan hal serupa.
Pengunduran diri Andi Taufan sebagai Stafsus Jokowi tak lepas dari kasus yang membelitnya beberapa waktu lalu. Dia menjadi sorotan tajam dan cibiran masyarakat setelah surat yang dikirimkan dirinya untuk camat se-Indonesia bocor di media sosial.
Surat resmi dengan kop Sekretariat Kabinet Republik Indonesia ini dikirimkan Andi dengan maksud meminta seluruh camat dan aparaturnya untuk membantu PT. Amartha Mikro Fintek yang akan berpartipasi dalam menjalankan program relawan desa melawan Covid-19 di Sulawesi dan Sumatera.
Andi lupa, bahwa dirinya merupakan founder sekaligus CEO PT Amartha yang dicantumkan dalam surat dimaksud. Tentu saja sangat "diharamkan" jika dia memanfaatkan jabatannya sebagai Stafsus Jokowi demi kepentingan bisnis pribadi.
Bahkan, menurut beberapa pakar hukum, tindakan Andi Taufan ini berpotensi korupsi dengan ancaman hukuman sangat berat sebab dilakukan dalam situasi bencana.
Entah, bagaimana dengan kelanjutan kasus ini. Namun, yang pasti Andi telah memperlihatkan sikap dan mental luar biasa dengan meminta maaf atas kekhilafannya. Untuk kemudian mundur dari jabatannya.
Seperti sempat disinggung di atas, langkah yang di ambil Andi Taufan ini menyusul dengan apa yang telah telah dilakukan oleh Stafsus Jokowi lainnya, Adamas Belva Devara.
Masalah yang menjerat CEO Ruang Guru ini sebenarnya tidak jauh berbeda. Kuat dugaan mundurnya Devara erat kaitannya dengan polemik tentang lembaga pendidikan online yang didirikannya sebagai salah satu aplikator program pemerintah melalui Kartu Pra Kerja.
Tak sedikit pihak menuding, ditunjuknya Ruang Guru sebagai mitra kerja pemerintah dalam hal pelatihan dan pendidikan online lantaran keberadaan Devara yang berposisi sebagai Stafsus Jokowi. Hingga, dia mendaptakna akses untuk menggarap proyek dimaksud dengan nilai triliunan rupiah.
Sepertinya, Devara sadar betul dengan polemik yang terjadi. Dia lantas mengambil sikap tegas dengan menanggalkan jabatannya sebagai stafsus guna menghindari konflik kepentingan yang berkepanjangan.
Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangan kedua Stafsus Jokowi yang mengundurkan diri dari jabatannya. Ada satu pelajaran penting yang bisa dipetik oleh siapapun mereka yang saat ini sedang menjabat di posisi dan lembaga apapun. Yaitu tentang kedewasaan bersikap dan memiliki rasa malu.
Kenapa?
Boleh jadi Andi dan Devara tidak ada sedikitpun niat guna memanfaatkan posisinya sebagai Stafsus Jokowi demi keuntungan pribadi, seperti dituduhkan banyak pihak. Dengan kata lain, kedua sosok milenial ini tak begitu bersalah.
Namun, mereka tidak egois dan keukeuh mempertahankan posisinya. Sebab mereka tahu bahwa publik sudah banyak yang meragukannya.Â
Maka, daripada posisinya ini terus menjadi sorotan tajam masyarakat, maka mengundurkan diri adalah pilihan terbaik guna memutus segala konflik kepentingan atau polemik yang terjadi.
Fenomena Langka
Sekilas, dengan mundurnya dua Stafsus milenial Jokowi adalah hal wajar karena memang tengah menjadi sorotan tajam publik tanah air.
Tapi, dalam pandangan penulis, sikap yang diperlihatkan Andi dan Devara adalah sikap dewasa yang diperlihatkan seorang pejabat publik. Dan ini merupakan fenomena langka, alias sangat jarang terjadi di pemerintahan tanah air.
Seperti kita ketahui, tak sedikit bahkan banyak pejabat di tanah air yang dengan segala daya upayanya mempertahankan jabatan yang diduduki. Meski sudah banyak tuduhan miring hingga hujatan, tetap saja para pejabat tersebut cuek. Dan terus mencari pembenarannya sendiri.
Ibarat kata, anjing menggonggong kafilah berlalu. Mereka baru mundur dari jabatannya jika sudah ditangkap dan dijebloskan dalam ke dalam penjara.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H