PANDEMI global virus corona atau covid-19 adalah wabah yang penyakit yang mampu bergerak liar dan cepat penularannya. Pantas, jika sejak ditemukannya pada penghujung bulan Desember 2019 lalu telah mampu menginveksi jutaan umat manusia dengan ratusan ribu diantaranya meninggal dunia.
Bahkan, tidak hanya mampu mengancam keselamatan umat manusia, keganasan virus asal Wuhan, Cina ini juga mampu memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan lainnya, terutama sektor ekonomi.
Tak sedikit negara-negara terdampak harus mengelontorkan anggaran hingga ratusan bahkan ribual triliun rupiah. Selain digunakan untuk memerangi virus corona, juga dimanfaatkan untuk memberikan jaminan hidup warganya.
Mengingat salah satu upaya memberangus virus ini agar secepatnya bisa ditaklukan adalah dengan mengharuskan warganya tidak melakukan aktivitas yang melibatkan banyak pihak.
Otomatis, dengan begitu banyak sektor-sektor ekonomi yang terganggu yang imbasnya pada raibnya penghasilan. Karenanya, otoritas tertinggi masing-masing negara berkewajiban menjamin hak hidup dan hak ekonomi warga negaranya, termasuk Indonesia.
Seperti diketahui, Pemerintah telah menggelontorkan dana tak kurang 405 triliun guna penanganan virus corona, yang dialokasikan untuk biaya belanja alat kesehatan, perlindungan sosial, stimulus kredit usaha rakyat dan biaya program pemulihan ekonomi nasional.
Mengingat kondisinya mendesak. Guna menggelontorkan besarnya anggaran tersebut di atas, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai harus menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19.
Boleh jadi, maksud pemerintah menerbitkan Perppu itu baik. Namun rupanya, tak selamanya maksud baik tersebut berbuah baik pula. Dalam hal ini, terbitnya Perppu untuk penanganan covid-19 ini justru menuai kritik sejumlah kalangan.
Ada yang menuding bahwa Perppu ini dibuat hanya untuk melindungi kepentingan nyata oligarki hingga sabotase Undang-undang dasar 45. Ada pula yang menyebutkan bahwa selain melanggar konstitusi, Perppu covid-19 ini juga menciptakan kekebalan atau imunitas hukum bagi pejabat pelaksana terkait kebijakan dimaksud.
Bahkan, tak segan, sejumlah tokoh nasional seperti Amien Rais, Din Syamsudin dan kolega menggugat Perppu ini ke Mahkamah Kinstitusi (MK).
Lalu bagaimana reaksi Presiden Jokowi atau pihak istana menanggapi segala tudingan tersebut di atas?