Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tolak Hentikan KRL, Luhut Harus Hadapi DPR

18 April 2020   13:14 Diperbarui: 18 April 2020   13:33 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SEBAGAIMANA diketahui bersama, kemarin, Jumat (17/4/20) Pejabat Ad Interim Menteri Perhubungan (Menhub), Luhut Binsar Panjaitan dengan tegas menolak usulan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan serta beberapa kepala daerah yang berada di wilayah penyangga ibu kota, seperti Kota dan Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Depok serta Kota Depok, (Bodebek) Provinsi Jawa Barat untuk memberhentikan sementara operasional Kereta Rel Listrik (KRL) atau Commuter line.

Dengan begitu, sudah bisa dipastikan bahwa KRL akan tetap menjalankan aktifitasnya meski di wilayah-wilayah tersebut di atas tengah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Seperti diketahui, DKI Jakarta adalah daerah pertama yang memberlakukan PSBB, yakni pada Jumat (10/4/2020), kemudian di susul oleh wilayah Bodebek lima hari kemudian atau tepatnya Rabu (15/4/2020).

Prinsip dasar dan tujuan PSBB itu sendiri adalah sebagai upaya pemerintah guna menekan, mencegah sekaligus memutus rantai penyebaran virus corona atau covid-19 di tanah air, yang makin bergerak liar dan masif penyebarannya. Salah satu caranya adalah dengan physical distancing atau menjaga jarak fisik antara satu pihak dengan yang lainnya.

Cukup beralasan, jika para kepala daerah tersebut mengusulkan KRL diberhentikan sementara, sebab akan menjadi kontra produktif dengan program physical distancing itu sendiri.

Benar, boleh jadi pemerintah dalam hal ini Kementrian Perhubungan (Kemenhub) telah mengantongi strategi khusus agar progran physical distancing tetap terwujud. Salah satunya mungkin dengan membatasi jumlah penumpang. Namun, terkadang teori lebih mudah diucapkan daripada praktik.

Dengan kata lain, siapa berani menjamin bahwa para penumpang KRL menyadari hal itu dan physical distancing tetap bisa terlaksana dengan semestinya.

Penulis rasa peluang ini masih pifty-pifty. Artinya, kemungkinan potensi tidak terlaksnanya physical distancing di antara penumpang KRL masih sangat besar.

Apa daya, para kepala daerah yang mengusulkan pemberhentian KRL ini tak berdaya dan mungkin hanya bisa gigit jari dengan keputusan Luhut tersebut. 

Mereka mungkin hanya bisa berharap dan berdoa bahwa tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk, semisal kasus positif yang diakibatkan virus asal Wuhan ini tidak semakin meningkat drastis.

Rupanya, keputusan Luhut untuk tidak memberhentikan operasional KRL dalam situasi PSBB mendapat sorotan dari para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Dalam hal ini, Komisi V DPR RI akan segera memanggil dan meminta penjelasan Kemenhub mengenai hal tersebut.

"Hari Selasa Komisi V DPR RI mau memanggil Kemenhub, termasuk mempertanyakan beberapa kebijakan Kemenhub yang sepertinya tidak mendukung Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jabodetabek dan daerah lainnya di Indonesia," kata salah seorang Anggota Komisi V DPR RI, Irwan, Sabtu (18/4). Dikutip dari Merdeka.com

Masih dilansir Merdeka.com, Irwan mengkritisi sikap Kemenhub yang tidak mengindahkan data dari Bupati Bogor Ade Yasin. Dia mengatakan bahwa rata-rata pasien positif virus Corona yang berdomisili di Kabupaten Bogor, Jawa Barat lantaran tertular di kereta rel listrik (KRL).

"Ini karena koordinasi penanganan Covid-19 yang tidak jelas dan tegas. PSBB itu tidak jelas mau apa dalam memutus mata rantai Covid-19. Koordinasi dan birokrasinya berbelit-belit. Hanya memindahkan pembiayaan penanganan Covid-19 ke daerah tetapi kewenangan pembatasan dan lain-lain masih di pusat. Beda halnya dengan karantina wilayah. Semua aktivitas dihentikan dan hidup rakyat dijamin," ungkap Irwan.

Dia pun menegaskan, jika KRL tak dihentikan, maka akan sia-sia kebijakan PSBB. 

"Pasti sia-sia, kalau KRL masih beroperasi," tukasnya.

Luhut lebih pentingkan ekonomi?

Mencermati pernyataan Irwan, memang kebijakan yang dikeluarkan Luhut seolah atau cenderung kurang mendukung program PSBB. 

Selain kekeuh membiarkan KRL tetap beroperasi selama PSBB. Sebelumnya, mantan Jendral bintang tiga ini pula membuat gaduh dengan menerbitkan Permenhub Nomor 18 Tahun 2020, yang pada intinya memperbolehkan pengendara ojek online (ojol) mengangkut penumpang.

Lagi-lagi, kebijakan atau peraturan ini pun bersebrangan dengan maksud dari PSBB tentang physical distancing.

Dengan sikap Luhut yang terus-terusan seperti bersebrangan dengan PSBB, jangan-jangan apa yang telah dituduhkan Muhamad Said Didu, bahwa Luhut lebih mementingkan dampak ekonomi dibanding keselamatan dan kesehatan penduduk ada benarnya. Wallahu Alam .

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun