Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Ditipu" Refly Harun, Said Didu Ungkap 3 Alasan Selalu Kritik Jokowi

5 April 2020   14:26 Diperbarui: 5 April 2020   14:29 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


SELAIN tengah dipusingkan dengan masifnya penyebaran wabah virus corona atau covid-19, dalam beberapa hari belakangan, masyatakat tanah air juga dibuat geleng-geleng kepala dengan perseteruan yang terjadi antar figut atau tokoh nasional.

Siapa figur atau tokoh nasional dimaksud?

Yang sedang memanas, hingga merambah ke dunia maya adalah perseteruan antara Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan dengan mantan Sektetaris Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu.

Pemicu dalam perseteruan tersebut adalah gara-gara Said Didu "menyerang" Luhut melalui video yang diunggah akun pribadinya bernama MSD yang diberi judul Luhut hanya pikirkan uang, uang dan uang.

Selain itu, Said Didu juga menyoroti persiapan pemindahan ibu kota negara dan menghubungkannya dengan penanganan covid-19. Said menilai pemerintah saat ini lebih mementingkan peninggalan monumental (legacy) berupa ibu kota baru di atas permasalahan lainnya.

Sebenarnya, bukan hanya Said Didu yang "menyerang" Luhut. Pengamat ekonomi, Faisal Basri pun melakukan hal serupa. Melalui akun twitter pribadinya, Faisal dengan berani mencuit bahwa Luhut lebih berbahaya daripada virus corona atau covid-19.

Tapi entah kenapa, meski kedua figur ini sama-sama "menyerang" namun perlakuannya sedikit berbeda. Terhadap Faisal, kubu Luhut bersikap lebih lunak. Lain halnya terhadap Said Didu.

Dilansir detikcom, Juru Bicara Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi, menegaskan bahwa Said Didu harus memberikan permohonan maaf dalam waktu 2x24 jam. Jika tidak, Jodi mengancam akan membawanya ke jalur hukum.

"Bila dalam 2x24 jam tidak minta maaf, kami akan menempuh jalur hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku," kata Jodi, lewat keterangan pers tertulis kepada wartawan, Jumat (3/4/2020).

Dengan adanya perlakuan sikap yang berbeda ini, tak urung membuat penulis juga merasa kurang paham dan bingung. Padahal keduanya (Faisal Basri dan Said Didu) dalam pandangan penulis sama-sama telah menyerang Luhut ke ranah privasinya atau tendensius.

Tapi, sudahlah tentu saja hal tersebut sudah menjadi kewenangan dan hak pihak Menteri Luhut untuk merespon seperti apapun juga.

Kendati demikan, menurut hipotesa sederhana penulis, keras dan tegasnya pihak Luhut Panjaitan terhadap Said Didu, dikarenakan sudah kehilangan kesabarannya. Mengingat, bukan sekali atau dua kali saja pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan ini mengeluarkan pernyataan-pernyataan keras, bahkan cenderung nyinyir terhadap pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ya, sama halnya dengan pengamat politik, Rocky Gerung, sejak memutuskan diri keluar dari keanggotaan ASN, Said Didu memang kerap dan doyan mengkritisi pemerintah termasuk menyerang pribadi Presiden Jokowi. Bagi Said Didu seolah-olah pemerintah dan Presiden Jokowi ini sama sekali tidak ada nilai baiknya.

Namun demikian, kembali hal tersebut merupakan hak Said Didu sendiri. Toh, dia sendiri yang akan mempertanggungjawabkan segala prilaku dan pernyataannya tersebut.

Tapi, tidak ada salahnya juga kalau kita menelisik sebenarnya apa alasan Said Didu harus memutuskan diri sebagai fihak yang bersebrangan atau beroposisi dengan pemerintah maupun Presiden Jokowi. Penulis yakin, apa yang dilakukannya ini bukan tanpa ada tujuan.

Nah, berkaitan dengan ini rupanya Said Didu berhasil di "TiPU" oleh seorang ahli hukum tata negara sekaligus pengamat politik nasional, Refly Harun, sehingga akhirnya terungkap 3 alasan dirinya selalu mengkritisi pemerintah dan Presiden Jokowi.

Tapi tunggu dulu, maksud di "TiPU" di sini tentu saja bukan tindakan kriminalitas yang sering terjadi selama ini di tanah air. Melainkan sebuah kependekan dari Tiga Pertanyaan Utama. Yaitu sebuah program talkshow yang dibawakan oleh Refly Harun sendiri.

Dalam kesempatan tersebut, seperti dilansir POJOKSATU.id, Refly Harun menyebut Said Didu menjadi kelinci percobaan dalam program TiPU.

"Daeng Said Didu adalah orang pertama yang di-TiPU Refly Harun," kata Refly Harun.

Dalam program TiPU, Refly Harun mengajukan tiga pertanyaan utama kepada Said Didu. Salah satunya adalah tentang alasan dirinya selalu mengkritik Presiden Jokowi.

"Pertanyaan pertama, kenapa daeng Said Didu selalu mengkritik Presiden Jokowi seolah-olah Presiden Jokowi tidak ada benarnya," tanya Refly Harun.

Ditanya demikian, Said Didu akhirnya mengungkap tiga alasannya selalu mengkritik Jokowi.

Penasaran, apa ketiga alasan tersebut?

Pertama menurut Said Didu adalah untuk mengingatkan janji-janji Jokowi yang dianggapnya sangat tidak konsisten. Sedangkan yang kedua yaitu mengingatkan Jokowi kalau mengambil kebijakan yang membahayakan bangsa dan negara. Dan yang ketiga adalah mengingatkan Jokowi kalau mengambil kebijakan yang mengabaikan keadilan.

"Kalau beliau bagus, saya dukung. Kalau dia salah, maka saya kritik. Tidak selalu saya menyatakan salah," tambah Said Didu.

Masih dilansir POJOKSATU.id, menurut Said Didu, pemerintah sekarang ini memelihara buzzer untuk menyerang siapa pun yang tidak setuju dengan kebijakan presiden.

"Kita harus ingat, tujuan kita mengingatkan presiden di luar karena tidak ada oposisi. Tidak ada oposisi itu sangat bahaya bagi suatau negara," katanya.

Pasalnya, tanpa opisisi kata Said Didu, negara ini bisa mati seperti kodok rebus. Dimasukkan ke air dingin, dipanaskan perlahan-lahan hingga mati.

"Kenapa kita di luar harus berbicara sangat keras? Karena DPR diam, intelektual di kampus diam, mahasiswa diam. Nah demi keselamatan negara, harus banyak orang mengeritik pemerintah," cetusnya.

Jika memang demikian alasannya, penulis pun sepakat. Sebab, siapapun pemimpinnya memang harus senantiasa diingatkan agar dalam menjalankan roda pemerintahannya selalu on the track alias tidak menyimpang. Sehingga tujuannya bekerja demi kepentingan rakyat setidaknya bisa mendekati kenyataan.

Yang tidak penulis sepakat, tentunya jika kritikan tersebut hanya didasari rasa benci dan ketidaksukaan semata. Kritikan semacam ini biasanya cenderung subjektif dan memantik gesekan-gesekan yang tidak elok didengar dan dipandang mata.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun