DALAM kondisi mewabahnya virus corona (covid-19) peranan dokter atau tenaga medis di negara manapun menjadi teramat penting. Mereka adalah pejuang garda terdepan dalam memerangi penyebaran virus yang sudah layaknya malaikat pencabut nyawa ini.
Sengaja penulis menggambarkan virus asal Wuhan, Provinsi Hubei, China ini sebagai malaikat pencabut nyawa, sebab nyatanya sejak awal ditemukan pada penghujung bulan Desember 2019 lalu, hingga hari ini Kamis (2/4/20) seperti dilansir Kompas.com, korban meninggal akibat virus ini mencapai 19, 47.303 orang, tersebar di seluruh dunia.
Kembali pada dokter dan petugas medis, dipastikan dengan adanya pandemi virus corona ini menjadikan tugas mereka penuh dengan resiko. Karena, tugasnya yang selalu berdekatan dengan pasien-pasien positif, kemungkinan tertular menjadi sangat besar.
Tidak hanya tertular, resiko yang harus dihadapi para dokter dan tenaga medis lainnya ini adalah kematian. Dan ini sudah terbukti diberbagai negara. Bahkan, orang yang dianggap pertama kali menemukan virus corona, Dokter Li Wen Liang pun tak luput dari korbannya.
Lalu, bagaimana dengan para dokter.dan tenaga medis di Indonesia?
Setali tiga uang dengan nasib para dokter dan tenaga medis lainnya, di tanah air pun tidak kalah tragis.
Setidaknya, hingga hari ini Kamis (2/4/20) sudah ada 13 dokter yang dinyatakan telah meninggal dunia. Ini jelas sangat menyedihkan sekaligus mengarukan. Demi menjalankan  tugas dan profesionalitasnya mereka rela mengiorbankan nyawanya.
Seperti dilansir Kompas.com, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Daeng M Faqih, ada dua hal yang mengakibatkan seorang dokter atau tenaga medis dapat terinfeksi virus corona.
Pertama, tenaga medis tersebut tertular pasien yang tidak mengetahui bahwa pasien yang ditangani positif Covid-19, sehingga mereka menjadi kurang waspada. Sedangkan yang kedua diakibatkan minimnya alat pelindung diri (APD) yang sesuai standar dan memadai untuk digunakan tenaga medis selama menangani pasien.
Masih dilansir Kompas.com, Â Daeng berharap pemerintah dapat lebih terbuka terkait data pasien.
"Kedua, kontinuitas penyediaan APD," ujarnya.