PANDEMI virus corona (covid-19) yang saat ini sedang melanda tanah air, kian hari terus menunjukan peningkatan jumlah kasus positif terinfeksi.
Hingga Rabu, (25/3), menurut rilis data pemerintah sebagaimana disampaikan Juru Bicara Khusus penanganan virus corona, Achmad Yurianto, jumlah kasus positif terjangkit virus corona adalah 790 pasien, yang 58 diantaranya meninggal dunia dan 31 orang dinyatakan sembuh.
Jumlah kasus ini lebih banyak dari hari sebelumnya, Selasa (24/3) yakni 686 kasus, 55 diantaranya meninggal dan 30 lainnya dinyatakan sembuh.
Dengan melihat grafik data di atas membuktikan bahwa ancaman dari virus asal Wuhan, Provinsi Hubei, China ini makin merajalela di tanah air. Tidak hanya di Jakarta dan wilayah Jawa, tapi sudah meluas ke beberapa provinsi lainnya di luar Pulau Jawa.
Seperti dilansir Kompas.com, per hari Rabu (25/3), sebaran virus covid-19 ini telah menyebar ke 24 provinsi dari 32 provinsi di tanah air.
Berangkat dari hal ini, sangat beralasan jika menjadikan rasa khawatir berbagai kepala daerah di tanah air virus tersebut semakin menyebar dan menjangkiti warganya.
Bagaimanapun, sebagai pimpinan, para kepala daerah tersebut tentunya berkewajiban menjaga dan melindungi wilayah dan warga masyarakatnya agar tetap dalam keadaan selamat dan sehat alias tidak terinfeksi oleh virus yang terbukti telah menelan belasan ribu korban jiwa di seluruh dunia.
Karenanya, wajar jika akhirnya desakan-desakan lockdown muncul dari beberapa daerah di Indonesia. Salah satu contohnya datang dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu, yang belum lama ini mengirimi surat terhadap Gubernur Bengkulu untuk melakukan lockdown di seluruh Provinsia Bengkulu.
Surat yang dikirim Walikota Bengkulu ini entah bagaimana asalnya jadi tersebar di Media sosial. Salag satunya ada di akun Facebook milik Wakil Walikota Bengkulu, Deddy Wahyudi.
Masalahnya, ternyata maksud baik dari Walikota Bengkulu ini bisa jadi bumerang dan merugikan dirinya. Sebab kebijakan lockdown tidak bisa diputuskan oleh sembarang orang sekalipun kepala daerah yang memiliki kekuasaan di suatu daerah.
Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018, tentang Kekarantinaan Kesehatan, Pasal 9 ayat 1 dan Pasal 49 ayat 4. UU itu menegaskan karantina wilayah atau yang sering disebut lockdown merupakan kewenangan pemerintah pusat/menteri terkait.
Dalam hal ini, bila kepala daerah gegabah mengambil keputusan lockdown tanpa ada koordinasi dengan pemerintah pusat bisa dipastikan mendapat sanksi. Sanksi dimaksud adalah berupa kurungan penjara maksimal 1 tahun penjara dan atau denda Rp. 100 juta.
"Jangan main-main, pahami duluan aturanya sebelum melakukan tindakan apapun dalam kondisi seperti ini (wabah corona-red). UU kekarantinaan kesehatan jelas menyebutkan, setiap orang yang melanggar pasal 9 ayat 1 dan pasal 49 ayat 4 termasuk kepala daerah, bisa dikenai ketentuan pidana sesuai Pasal 93" Kata Muhar Rozi Muis, Divisi Humas Konsorsium LSM Bengkulu. Seperti dikutip dari Bengkuluinteraktif.com.
Masih dilansir Bengkuluinteraktif.com, dikatakan Rozi, bunyi pasal 9 ayat 1 itu adalah "Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan".
Sedangkan Pasal 49 ayat 4 berbunyi "Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Sementara itu, sanksi ancaman pidana tertuang pada Pasal 93, yang bunyinya: "Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)" kutipan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Saya sarankan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia khususnya di Bengkulu untuk berhati-hati betul dalam membuat kebijakan terkait wabah Corona. Sebaiknya perbanyak koordinasi dan patuhi seluruh imbauan pemerintah. Sudah ada kebijakan social distancing tinggal diefektifkan saja. Jangan sampai wabah corona ini dijadikan arena gagah-gagahan apalagi bertedensi politik" pungkasnya.
Dari ulasan di atas bisa disimpulkan, bahwa sedarurat apapaun kedadaan di wilayah atau daerah tetap saja tidak bisa memutuskan sesuatu sendiri. Dalam hal ini tongkat komando sepenuhnya ada di pemerintah pusat.
Lockdowon boleh jadi sangat penting dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran pandemi virus covid-19.Â
Kendati demikian, mestinya kita percayakan sepenuhnya pada pemerintah pusat. Sebab penulis yakin, langkah pemerintah yang dilakukan hari ini berupa social distancing dan work from home juga langkah yang efektif jika benar-benar diterapkan dan dilaksanakan dengan penuh kedisiplinan.
Mari kita berkaca pada apa yang telah terjadi di Italia. Kendati otoritas tertinggi di negara tersebut telah menerapkan lockdown sejak 9 Maret 2020 lalu, tetap saja penyebaran virus corona terus meningkat bahkan tercatat sebagai negara dengan angka kematian tertinggi di dunia. Sebab, ternyata tingkat kedisiplinan masyarakatnya rendah.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H