Tidak hanya publik dan warganet dari kalangan masyarakat biasa. Setingkat Presiden Jokowi pun tak luput memberikan apresiasi. Pun dengan selebriti-selebriti tanah air pendukung Jokowi pun memberikan apresiasi serupa.
Dalam hal ini, Anies seperti terlahir kembali. Sejenak masyarakat yang biasanya mengkritik pedas atau mencela, kali ini ramai-ramai memberikan dukungan dan angkat dua jempol.
Bahkan, dengan momentum positif ini, sebagian pendukung Anies malah ada yang berani menyeret-nyeretnya ke ranah politik, guna kepentingan Pemilu 2024 mendatang.
Memang wajar, betapapun nama Anies Baswedan telah masuk dalam radar politik nasional sebagai salah seorang kandidat pada pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024 mendatang.
Anies Kembali Dikritik dan Dikoreksi
Sayang, euforia Anies atas segala puja-puji dan apresiasi publik ini berumur pendek. Ternyata ada salah satu kebijakan atau langkah sigapnya tentang penanganan dan pencegahan virus corona tidak berdasarkan analisa dan kajian mendalam, yakni pembatasan operasional transportasi.
Sebelumnya seperti dilansir CNNIndonesia, Anies mengimbau warga mengurangi penggunaan transportasi umum. Imbauan Anies itu ditindaklanjuti sejumlah operator transportasi umum. PT Transportasi Jakarta membatasi operasional bus. Mulai Senin (16/3/20) TransJakarta hanya beroperasi di 13 rute. Begitupun dengan MRT. Penumpang MRT hanya dibatasi 60 orang.
Pembatasan yang maksudnya mengurangi kerumunan warga, malah terjadi sebaliknya. Kerumunan warga justru kian menumpuk karena terjadi antrian panjang warga masyarakat.
Kebijakan kali ini tak pelak mendapat kritik pedas sejumlah pihak. Bahwa kebijakan yang diterbitkan mantan Rektor Universitas Paramadhina Jakarta ini adalah blunder dan menciptkan efek domino.
Dilansir dari CNNIndonesia, Peneliti Kebijakan Publik sekaligus dosen Universitas Indonesia, Roy Valiant Salomo, menegaskan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal pembatasan operasional transportasi umum dan  untuk mencegah penyebaran virus corona dianggap setengah matang.
Menurutnya, langkah Anies itu, tidak berdasarkan kajian yang tepat atau Evidence Based Policy.
"Kemarin Anies buat kebijakan mengurangi transportasi umum. Hari ini terjadi antrean luar biasa di transportasi publik. Ini meningkatkan risiko penularan. Saya bingung kok pejabat kita buat blunder terus," ujarnya, Senin (16/3). (CNN Indonesia).