IBARAT kisah roman yang sarat dengan luka-liku kehidupan, dan jatuh bangunnya hubungan asmara. Saat ini saling benci, besok kembali saling mengungkapkan rasa cinta, tapi kembali lagi saling membenci. Itulah gambaran Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dalam beberapa waktu belakangan.
Begitu Anies dan pasangannya Sandiga Uno dipastikan terpilih jadi gubernur dan wakil gubernut DKI Jakarta hasil Pilgub 2017, harapan besar ada pada pundak keduanya untuk membawa Ibu Kota negara ini lebih baik.
Betapa tidak, kedua pasangan yang diusung oleh partai Gerindra dan PKS ini meluncurkan program-program yang dianggap "bergizi". Sebut saja diantaranya DP rumah nol persen, Naturalisasi guna penanganan dan pencegahan banjir dan program OK Oce atau One Kecamatan, One Center of Entrepreneurship. Yaitu sebuah program yang bergerak dalam pembinaan kewirausahaan terhadap pelaku usaha menengah ke bawah.
Sayang, dalam perjalanannya pasangan yang masih dalam suasana "bulan madu" itu harus bercerai. Sandiaga Uno menanggalkan jabatan wakil gubernur guna guna mengikuti ajang lebih tinggi pada Pilpres 2024, mendampingi Prabowo Subianto.
Sepeninggal Sandiaga Uno, jadilah Anies menjalankan roda pemerintahan di DKI Jakarta seorang diri.
Awalnya berjalan tanpa hambatan, sekalipun ada hanyalah kecil yang masih diatasinya dengan tenang. Terlebih mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini terkenal piawai beretorika. Permainan olah katanya kerap "menghipnotis" dan menjadikan pembenarannya sendiri.
Hingga kemudian munculah kisruh pengadaan lem aica aibon yang kontroversial, mengingat pagu anggaran yang tercatat dalam RAPBD Jakarta 2020 begitu pantastis, Â mencapai Rp. 82 miliar.
Adalah anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana yang membongkar adanya anggaran janggal itu lewat postingan di akun tiwitter pribadinya.
Akibatnya nama Anies Baswedan menjadi bulan-bulanan publik dan warganet. Nyinyiran, kritikan bahkan cercaan tertuju pada orang nomor satu di Jakarta tersebut.
Kendati demikian Anies cukup bisa berkelit dengan olah katanya. Bahwa kejanggalan anggaran dalam RAPBD dimaksud disebabkan warisan sistem e-Budgeting dari gubernur sebelumnya tidak smart.
Dari kisruh ini nama Anies seolah tiada henti-hentinya mendapatkan sorotan tajam dari berbagai kalangan seiring dengan kebijakan-kebijakannya yang cenderung tidak sesuai dengan harapan masyarakat.