BELUM lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan empat nama kandidat Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN).
Keempat nama dimaksud adalah, Bambang Brojonegoro, Tumiyana, Azwar Anas dan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.
Disebut-disebut dari keempat kandidat tersebut, nama terakhir yaitu Ahok merupakan calon paling kuat jadi pimpinan teringgi di Ibu kota baru yang letaknya di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Sejumlah pihak menyebut, besarnya peluang Ahok jadi Kepala Badan Otorita IKN, merujuk pada pengalamannya sebagai kepala daerah.
Sebagaimana diketahui, sebelum menjabat Komisaris Utama (Komut) Pertamina, dia pernah dua kali menjabat sebagai kepala daerah. Pertama sebagai Bupati di Belitung Timur. Sedangkan yang kedua adalah Gubernur DKI Jakarta.
Selain itu, isu kedekatannya dengan Presiden Jokowi juga disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang menjadikan Ahok merupakan kandidat paling kuat diantara pesaingnya.
Rupanya, Analis Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah, memiliki sedikit pandangan berbeda terkait alasan Ahok sebagai kandidat paling kuat untuk menduduki jabatan Kepala Badan Otorita IKN.
Dilansir detikcom, Trubus menjelasakan bahwa pembangunan ibu kota baru membutuhkan SDM, infrastruktur dan dana yang besar. Kemudian, pembangunan ibu kota baru juga membutuhkan orang yang tidak sekadar berwacana dan punya pengalaman memimpin ibu kota.
"Butuh orang kerja nyata, orang punya kemampuan mengelola me-manage berbagai persoalan, pembangunan infrastruktur, pendanaan, dan kerjasama pihak-pihak investor. Karena ini pembangunan tidak menggunakan APBN sepenuhnya, kebanyakan dari investor," katanya kepada detikcom, Minggu (8/3/2020).
Dalam pandangan Trubus, Ahok juga mempunyai citra yang baik di hadapan para investor.
"Kedua Pak Ahok di samping pengalaman dia punya jaringan luas, terpercaya karena moral dan integritas sudah teruji, artinya investor akan percaya Pak Ahok sebagai orang relatif dekat dengan para investor itu," imbuhnya.
Masih dilansir detikcom, pemindahan ibu kota bukan berarti tanpa tantangan. Disebut Trubus, tantangan itu adalah terkait konflik kepentingan dengan masyarakat setempat.
"Ketiga nantinya skenario dalam kebijakan publik salah satunya kemungkinan, munculnya konflik pendatang dan penduduk lokal. Belakangan masyarakat lokal minta Kepala-nya jangan dari luar tapi dari dalam, dengan alasan dia nggak mau trauma seperti DKI Jakarta, orang betawi yang termarjinalisasi," ujarnya dilansir detikcom.
Itu tadi menurut pandangan Trubus, tentang pantasnya Ahok menjadi Kepala Badan Otorita IKN. Masalahnya, apakah penilaian Trubus ini bisa diterima semua pihak atau tidak?
Penulis yakin, masing-masing pihak akan memiliki penilaian sendiri, tergantung bagaimana dan dari sudut pandang mana, kita menilai kelayakan Ahok menjadi pimpinan ibu kota baru.
Terlebih, hingga saat ini, perseteruan Ahok dengan Persaudaraan Alumni (PA) 212 seolah tidak ada ujung pangkalnya.
Tentu saja, di mata PA 212, apapun yang berurusan dengan Ahok dipastikan tidak akan disetujui. Bahkan, mereka selalu berada paling depan sebagai pihak yang menentang mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Boleh jadi penilaian PA 212 terhadap Ahok ini adalah subjektif alias berdasarkan aspek like and dislike. Meski begitu, hal ini tetap saja ini merupakan "kerikil" yang tidak menutup kemungkinan jadi batu sandungan.
Nah, kembali masalah setuju dan tidaknya atau layak dan tidaknya Ahok menjabat sebagai Kepala Badan Otorita IKN, merupakan hak masing-masing warga negara di tanah air.
Dalam hal ini, penulis hanya berharap yang terbaik, supaya rencana pemindahan dan pengelolaan IKN baru bisa berjalan dengan baik dan lancar. Aaminn.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H