Berbeda dengan teman yang tidak pernah bertatap muka. Kadang hampir setiap membuka mata, pada saat gawai mulai dibuka, sapa-sapa basa basi diselingi candaan dan emoticon kadang berlangsung lebih lama. Nah, jika pada momen tersebut ada berita atau informasi yang menjadi diskusi, satu jam kadang tak terasa.
Perbedaan gender, terutama wanita lebih selektif memilih teman di media sosial. Jadi peluang stigma datang sebagian besar ada pada wanita terhadap lawan jenisnya.
Tak salah sebenarnya. Setiap orang punya hak untuk melindungi diri dari hal-hal yang tidak diinginkan. Namun semakin banyak stigma yang dilabelkan pada orang yang baru dikenal sedikit banyak akan merugikan yang bersangkutan. Kita tidak tahu dari mana datangnya teman yang suatu saat akan membantu kesusahan dan kesulitan kita.
Stigma boleh saja dimaknai sebagai tindakan antisipasi terhadap peluang kejahatan yang menimpa kita. Namun pilah-pilih juga diperlukan.
Tak seorang pun dari kita ingin mendapat celaka. Waspada terhadap kemungkinan kejahatan dari teman di media sosial perlu. Namun tidak juga hanya karena teman yang kita temukan di media sosial telah berkeluarga lalu WA-nya langsung kita blokir.Â
Mengerikan juga jika begitu. Tapi sudahlah, setiap orang punya hak atas perlindungan privasinya. Tugas kita hanya menghormati privasi masing-masing saja.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H