BUNTUT dari pencopotan Helmy Yahya selaku Direktur Utama (Dirut) Televisi Republik Indonesia (TVRI) tampaknya tidak begitu direspon positip oleh ribuan karyawan yang berada di bawah naungan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI.
Bukti dari tidak adanya respon positip tersebut, ribuan karyawan LPP TVRI yang berada di bagian pusat maupun daerah bersikap dengan cara menyatakan mosi tidak percaya terhadap Dewan Pengawas (Dewas) perusahaan penyiaran milik negara ini.
Sebagaimana diketahui, pada Kamis (16/01/2020), Dewas telah mengeluarkan surat keputusan nomor 8/DEWAS/TVRI/2020, tentang pemberhentian Helmy Yahya sebagai Dirut LPP TVRI periode 2017-2022 dengan hormat. Setelah sebelumnya, pada tanggal 4 Desember 2019 lalu, yang bersangkutan sempat diberhentikan sementara.
"Saya diberikan surat cinta, isi pemberhentian karena pembelaan saya di tolak, dan ada beberapa catatan, dan ini saya akan jawab," kata Helmy Yahya, Jumat (17/1/2020).
Nah, terkait peristiwa pemberhentian Helmy ini, ribuan karyawan LPP TVRI juga menilai bahwa Dewas telah bertindak semena-mena.
Sebagai wakil dari karyawan LPP TVRI, Aqil Samal mengatakan, Dewas TVRI dianggapnya tutup mata dan tidak pernah mau melihat pencapaian direksi TVRI yang telah mampu mengangkat harkat dan martabat TVRI sebagai sebuah stasiun penyiaran yang layak ditonton.
Selain itu, karyawan LPP TVRI juga menilai bahwa surat pemberhentian Helmy Yahya dari jabatan Dirut TVRI merupakan bentuk pengkerdilan kembali lembaga penyiaran milik negara tersebut.
"Oleh karena itu, kami karyawan dan karyawati TVRI menyampaikan pernyataan ini bahwa, kami menyampaikan mosi tidak percaya kepada dewan pengawas LPP TVRI," kata Agil, dalam jumpa persnya, di Kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2020).
Adapun, pernyataan sikap atau mosi tidak percaya ini datang dari TVRI Papua, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, NTT, Riau, NTB, dan Sumatera Barat.
"(Total) kurang lebih sekitar 4000-an (karyawan)," sambungnya.
Kendati ada pernyataan mosi tidak percaya, Agil menegaskan, bahwa para karyawan tetap berkomitmen untuk tetap bekerja secara profesional.
 "Tentu, kita tetap mengedepankan layar," tegasnya.
Apa yang diungkapkan Aqil sebagai perwakilan dari karyawan LPP TVRI sejujurnya sejalan dengan pemikiran penulis.
Jujur, semenjak bermunculannya televisi-televisi swasta nasional yang menawarkan banyak program-program yang sangat barvariasi dan menyentuh berbagai kalangan masyarakat. Penulis hampir tidak pernah menonton acara yang disiarkan oleh TVRI.
Maaf, bukannya tidak mendukung atau anti program-program yang ditawarkan lembaga penyiaran pelat merah ini. Namun, patut diakui, program-program yang ditawarkan TVRI tidak menarik dan ketinggalan jaman. Hingga wajar, perlahan namun pasti, TVRI mulai banyak ditinggalkan penggemarnya, termasuk penulis yang lebih memilih chanel lainnya.
Sampai tiba akhirnya, TVRI perlahan merias diri dengan mulai merubah setting ruangan penyiaran yang lebih mengikuti perkembangan jaman dan menayangkan program-program kekinian.
Sebut saja siaran langsung Liga Primer Inggris yang konon katanya bekerja sama dengan Mola TV, terus tayangan langsung turnamen bulutangkis, baik yang sifatnya inyernasional seperti Badminton World Federation (BWF) tour atau turnamen skup nasional. Bahkan, dengan istiqomahnya menyiarkan langsung turnamen tepak bulu ini, TVRI ditabsihkan sebagai "House Of Badminton".
Nah, dengan munculnya dua acara ini, penulis akui mulai sering kembali membuka chanel TVRI, yang selama ini sudah ditinggalkan. Bahkan, diyakini banyak juga diluaran sana yang sudah kembali melirik TVRI sebagai salah satu agenda tontonannya.
Ini artinya, Helmy Yahya paham akan kebutuhan pasar dan mengerti dengan keinginan pemirsa tanah air.
Dalam hal ini, penulis ingin mengatakan, terlepas dengan adanya problematika di internal TVRI, sehingga berujung pada pemberhentian kakak Kandung Tantowi Yahya tersebut.
Penulis dan mungkin akan banyak lagi diluaran sana yang akan menyayangkan, jika wajah TVRI yang sudah mulai kinclong harus kembali buram seperti terjadi sebelum masuknya Helmy Yahya menjadi Dirut TVRI.
Bagaimanapun, TVRI itu adalah perusahaan milik pemerintah yang secara tidak langsung adalah milik masyarakat. Akan menjadi ironi, jika TVRI harus kembali ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.
Untuk itu, penulis setuju dengan langkah yang akan diambil oleh Aqil dan kawan-kawan selaku karyawan LPP TVRI untuk meminta Presiden Joko Widodo maupun Menkominfo, Jhony G Plate agar turun tangan demi menyelamatkan TVRI jangan sampai kembali terpuruk dan dilupakan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H