MENANDAI awal tahun baru 2020, sebagian wilayah DKI Jakarta kembali dikepung banjir. Banjir itu sendiri terjadi setelah hujan yang menerpa ibu kota dan sekitarnya, sejak Selasa sore (31/12/2019) hingga Rabu pagi (1/1/2020).
Setelah menonton tayangan di salah satu televisi swasta nasional, dimana genangan air mencapai satu meter lebih di beberapa titik. Bahkan, dikabarkan pula sampai ada korban yang meninggal dunia. Penulis lantas teringat pada salah seorang sahabat dekat yang sudah sejak hampir satu dekade lalu menetap di Jakarta.
Tanpa pikir panjang, penulis akhirnya coba menilpun, khawatir terjadi apa-apa dengannya.
"Bro, Jakarta banjir lagi! Gimana keadaan kamu dan keluargamu, baik-baik saja?"
Ditanya begitu, penulis pikir dia akan menjawab lirih atau gelisah dengan kondisi banjir di wilayah jakarta dan sekitarnya.
"Kaya tidak tahu saja. Ah, biasa kan Jakarta banjir," jawab kawanku, lalu terkekeh. Tak ada suara lirih apalagi lagi sedih yang penulis tangkap lewat sambungan tilpun tadi.
Ada sedikit lega, bahwa ternyata sahabat penulis tersebut ternyata keadaannya baik-baik saja, tidak kurang satu apapun. Namun, dibalik jawaban sahabat yang seolah santuy saja atas banjir yang menerpa. Penulis merasa, bukan semacam jawaban pasrah atas kondisi yang ada. Melainkan bentuk kekesalan yang hanya bisa dipendam dalam dada.
Kata-kata "ah, biasa" yang dilontarkan sahabat penulis, seolah ingin menegaskan bahwa bukan Jakarta namanya kalau tidak ada banjir dan sebenarnya mereka sangat ingin bebas dari bencana yang sudah seperti agenda tetap tahunan.
Ya, memang tidak bisa dipungkiri. Setiap kali musim hujan datang, Jakarta selaku saja dilanda bencana banjir. Seolah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, sudah kehabisan akal bagaimana caranya mengurai permasalahan ini.
Tentu saja, maksud penulis tidak hanya Gubernur DKI Jakarta saat ini, Anies Baswedan, yang tidak mampu membuat terobosan dalam hal pencegahan banjir di Jakarta. Melainkan gubernur-gubernur sebelumnya pun setali tiga uang, takluk pada kondisi yang ada.
Segala program, segala cara katanya telah mereka lakukan guna mencegah terjadinya banjir di Jakarta. Tapi, hasilnya seperti kita lihat bersama, banjir terus saja "hadir" dalam kehidupan masyatakat DKI Jakarta.