Bahkan, untuk lebih serius menangani kasus ini, Kejagung pun menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan nomor 33/FII/FD2/12/2019 pada 17 Desember 2019.
Jaksa Agung Sinatiar Burhanuddin mengatakan penyidikan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi di 13 perusahaan yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik (GCG).
Menurut Burhanuddin, Jiwasraya diduga melakukan pelanggaran prinsip kehati-hatian karena berinvestasi di aset finansial dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi.
Pertama adalah penempatan saham 22,4% senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2% di saham dengan kinerja baik dan 95% dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk. Jiwasraya juga menempatkan investasi di aset reksa dana sebesar 59,1% senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial.
"Dari jumlah tersebut 2% dikelola oleh Manajer Investasi Indonesia dengan kinerja baik dan sebanyak 95% dikelola oleh MI dengan kinerja buruk," ungkap Burhanuddin, dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Akibat dari investasi tersebut, Jiwasraya sampai dengan bulan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara Rp 13,7 triliun.
Wassallam