MESKI sudah tiga hari berlalu, sejak pertemuan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Tohir, di kantornya, masih terus hangat diperbincangkan.
Hal ini mengindikasikan, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut adalah sosok yang masih memiliki daya magnet hingga mampu menyedot perhatian banyak kalangan. Baik dari kalangan masyarakat sipil biasa, elite politik bahkan sampai ke pemuka agama.
Terlebih, pertemuan Ahok dengan Erick Tohir ini bukanlah silaturahmi biasa. Melainkan, sebuah pertemuan yang diduga kuat membahas tentang suksesi kepemimpinan di salah satu perusahaan BUMN.
Benar, pasca pertemuannya dengan Erick, Ahok tidak mengungkapkan dengan jelas. Namun, Ahok juga tidak membantah kalau pokok pembahasan dengan Erick Tohir tersebut terkait soal jabatan penting di perusahaan plat merah dimaksud. Bahkan, dengan alasan demi pengabdiannya pada bangsa dan negara, mantan Bupati Belitung Timur itu siap menerimanya jika dipercaya menjabat di salah satu perusahaan BUMN.
Belum jelas, di perusahaan mana, Ahok akan ditempatkan. Namun, informasi yang terus berkembang di berbagai media, baik cetak maupun elektronik, Ahok bakal dipercaya menjadi Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (Dirut PLN) atau Dirut Pertamina. Dengan alasan, kedua perusahaan tersebut dianggap sebagai perusahaan yang cukup rentan dengan berbagai permasalahan.Â
Maka, sebagai sosok yang terkenal tegas dan tidak kenal kompromi, Ahok dianggap tepat menduduki jabatan Dirut di salah satu perusahaan negara dimaksud. Tidak hanya itu, Ahok juga dinilai sebagai sosok pendobrak, berpengalaman, dan memegang teguh prinsip good governance.
Namun, niat Menteri BUMN, Erick Tohir ingin menggunakan jasa Ahok untuk mengurai benang kusut di perusaah plat merah tersebut tidak berjalan mulus. Protes, kritik dan goyangan terhadap Ahok hampir datang dari segala arah. Kembali, ini membuktikan bahwa daya magnet Ahok masih sangat kuat.
Seperti yang penulis ulas pada artikel sebelumnya, yang berjudul "Jadi Boss BUMN, Ahok Ditentang PA 212" edisi Kamis, (14/11/2019). Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Ma'arif menilai Ahok kurang tepat memimpin BUMN dengan alasan rekam jejak yang kurang baik dan perangainya yang buruk.Â
Tidak hanya itu, Slamet juga menyinggung tentang hati dan perasaan umat Islam jika Ahok dipaksakan menjabat. Memang sedikit agak lucu, jika rencana kepemimpinan Ahok di perusahaan BUMN harus dikaitkan dengan urusan agama. Tapi, biarlah hal tersebut haknya untuk menyampaikan pendapat.
Tidak hanya Ketua Umum PA 212 yang menentang Ahok, dari kalangan elite politik pun tak sedikit yang "tidak setuju" dengan kehadiran Ahok di BUMN. Hanya, narasi dan argumentasinya saja yang berbeda. Maklum orang politik. Salah seorang yang menyoroti tentang Ahok yang akan dijadikan salah Dirut di perusahaan BUMN itu datang dari Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera.
Dilansir dari Merdeka.com, Mardani mempertanyakan kepantasan Ahok menjabat sebagai komisaris BUMN karena statusnya kader partai politik. Selain itu, dia juga mengingatkan agar Ahok konsisten dalam memilih jalan politik yang dipilih. Jika ingin jadi komisaris, lanjut Mardani, Ahok harus melepas posisinya sebagai kader PDIP.
"Kalau mau jalur politik ya di jalur politik. jangan di jalur yang lain, ini baik buat edukasi publik. Etika-etika moralitas kepentingan-kepentingan," ungkapnya.
"Intinya ikuti aturan mainnya. Karena aturan main dibuat dalam rangka agar tidak ada konflik of interest. Ada aturan yang nanti menjaga BUMN tersebut betul-betul untuk kepentingan bangsa rakyat negara," ucapnya.
Selain Mardani Ali Sera, masih ada goyangan-goyangan atau anggapan-anggapan liar dari pihak-pihak yang kurang setuju pada Ahok, jika diberi jabatan di BUMN. Ahok dianggap tidak pantas, dengan alasan, Ahok adalah mantan narapidana, tempramental, tidak mempunyai rekam jejak menjabat diperusahaan milik negara dan lain sebagainya.
Kendati begitu, urusan penilaian kelayakan Ahok tentunya ada di Tim Penilaian Akhir (TPA). Penulis yakin, tim ini tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan. Tentunya TPA yang lebih tahu apa yang terbaik bagi kemajuan BUMN, bangsa dan Negara. Wassallam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H