"Baiklah, Ros. Aku ikuti usulanmu. Tapi, aku mohon bantu aku jelasin pada ayah dan ibu..!"
"Jangan khawatir. Pasti aku bantu jelasin pada mereka," balas Rosa, tegas.
"Terimakasih, ya. Kau memang sahabatku yang paling baik."
Demikianlah, akhirnya Andini diantar sahabatnya, Rosa, pulang ke kampung halamannya.
***
Malang bagi Andini. Setibanya di kampung halaman, kedua orang tuanya marah besar, mengetahui anak gadisnya itu tengah mengandung. Meski Andini dan Rosa telah menjelaskan beberapa kali tentang apa yang terjadi, tetap saja hal itu tak bisa meredam amarah kedua orang tua Andini.
"Aku tak sudi punya anak gadis seperti kamu. Lebih baik aku mati saja daripada mendapat malu seperti ini," bentak ayah Andini, sambil mengacung-acungkan telunjuknya ke arah wajah Andini.
"Tapi, ayah..! Andini lakukan ini semua demi kesembuhan ayah," Andini kembali mencoba membela diri
Namun, pembelaannya itu malah semakin membuat ayah Andini geram.
"Sudah ku bilang. Lebih baik ayahmu ini mati, daripada sembuh dengan mendapat malu dari seisi kampung. Sekarang, lebih baik kau pergi dari sini..! Aku tak sudi punya anak durhaka sepertimu."
Diusir ayahnya demikian rupa, Andini hanya bisa menangis. Dengan sangat terpaksa, wanita malang ini meninggalkan rumah kedua orang tuanya
Andini pun kembali ke kota dengan ditemani Rosa. Hati dan perasannya hancur, luluh lantak. Tak menyangka, niat tulusnya membantu orang tua berakibat fatal seperti ini. Sepanjang jalan hanya air mata yang bisa sedikit membantu menumpahkan segala kesedihannya.
Begitulah kita hidup di dunia. Niat baik jika dilakukan dengan cara kurang baik, tidak selamanya bisa diterima dengan baik pula.