BAGI masyarakat yang suka mengikuti perkembangan politik atau boleh jadi yang awam pun sepertinya sudah mengenal dengan sosok yang bernama Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.
Ya, dia adalah mantan Gubernur DKI Jakarta menggantikan posisi Joko Widodo (Jokowi) yang naik kelas menjadi Presiden Republik Indonesia. Sedangkan, posisi Ahok sendiri (wakil gubernur) digantikan Djarot, kader PDI Perjuangan.
Ahok terkenal dengan sifatnya yang tempramental dan "galak" terhadap bawahan, sewaktu menjabat Gubernur DKI Jakarta. Namun, semua itu dilakukan semata-mata demi perbaikan di pemerintahan yang dia pimpin.
Akibat dari sifat tempramental dan tak kenal komprominya ini membuat Ahok dimusuhi banyak fihak. Meski, tidak sedikit pula yang mengagungkannya. Lantaran, mantan Bupati Blitung ini dianggap sebagai sosok pemimpin yang dibutuhkan masyarakat saat ini. Tegas, keras namun jujur.
Sayang, Ahok harus mengubur impiannya kembali untuk menahkodai DKI Jakarta. Dia yang berpasangan dengan Djarot harus mengakui keunggulan pasangan "kuda hitam" Anies Baswedan-Sandiaga Uno, pada kontestasi Pilgub 2017 lalu.
Bak jatuh tertimpa tangga, setelah kalah pada pertarungan Pilgub. Ahok kembali harus menelan pil pahit. Lantaran ucapannya dianggap telah menghina dan melecehkan agama terkait suat Al-Maidah 115, pada saat kunjungan ke kepulauan seribu, harus dibayar mahal. Ahok harus berhadapan dengan hukum dan menjadi pesakitan di balik jeruji besi.
Sejak saat itu, nama Ahok lambat laun tenggelam. Sempat diisukan akan direkrut Presiden Jokowi untuk menjadi salah seorang pembantunya di Kabinet Indonesia Maju, ternyata tidak terjadi. Baru kemarin, Kamis, (31/10/19), dia kembali berkoar di media sebagai bentuk jawaban atas sindiran Anies Baswedan pada dirinya sewaktu masih menjabat Gubernur.
Seperti diketahui, anggota DPRD DKI Jakarta dari PSI, Aditya Sarana membongkar adanya pagu anggaran pengadaan aibon untuk sekolah yang ada di DKI sebesar Rp. 82,8 milyar dan beberapa item anggaran aneh lainnya, yang dilihatnya pada situs APBD Pemprov DKI. Membuat Anies Baswedan angkat bicara.
Menariknya, apa yang diungkapkan Anies ini bukannya tentang substansi masalah dan solusi yang akan dilakukannya kedepan. Melainkan malah menyalahkan sistem yang dianggapnya sebagai warisan gubernur pendahulunya.
Menurut Anies, seperti dilansir Bisnis.com, munculnya keanehan rencana anggaran 2020 berpangkal pada sistem e-Budgeting yang sudah ada sejak era Jokowi. Pada kesempatan itu juga, Anies menyalahkan sistem penganggaran elektronik (e-Budgeting) yang diinisiasi oleh Ahok, yang dianggapnya tidak smart.
"Ini problem muncul tiap tahun. maka yang kita koreksi adalah sistemnya. Sistem masih manual pengecekan manual maka ada puluhan ribu item. Saya kerjakan satu-satu kemarin. Tapi saya tidak berpanggung," ucap Anies di Balai Kota DKI, Rabu (30/10/2019).
Namun menurut Ahok, seperti dikutip dari Detiknews.con, sistem e-Budgeting akan berjalan baik jika tidak ada niat melakukan korupsi. Kuncinya adalah transparansi.
"Sistem itu berjalan baik jika yang input datanya tidak ada niat markup, apalagi maling. Untuk mencegah korupsi, hanya ada satu kata, transparansi sistem yang ada," ucap Ahok saat dihubungi, Kamis (31/10/2019).
Dalam pernyataan Ahok di atas, bisa disimpulkan, bahwa sistem e-Budgeting bukan masalah smart atau tidak smart. Melainkan kemampuan SDM yang memasukan input data dan niat yang terkandung di balik pengganggaran tersebut.
Bahkan peranyataan yang sedikit rada menyentil Anies juga diamini Djarot, mantan wakil gubernurnya.Â
Pada Detiknews.com, Pria berkumis ini menuturkan, bahwa anggaran-anggaran aneh kerap kali ditemukan saat dia memimpin DKI Jakarta bersama Ahok. Akibat banyak penyusup anggaran itulah lahir e-Budgeting.
Menarik kita tunggu apa lagi alasan Anies Baswedan atas buka suaranya kedua mantan pemimpin DKI Jakarta ini. Apakah benar bahwa sistemnya yang tidak smart atau hanya akal-akalan Anies saja untuk menutupi kelemahannya.
Terimakasih dan Salam.