Selain sudah terlalu banyak pendukung, juga belum juga direstui partai pedukungnya. Melihat gelagat ini, PKS buru-buru menyatakan sikap oposisi. Hal ini tentunya secara politik akan menguntungkan PKS.Â
Daripada ketahuan, sikap oposisinya lantaran tidak diberi jatah menteri atau jabatan strategis lainnya. Seperti dialami dua partai sebelumnya (PAN dan Demokrat).
Kedua partai ini rasanya cukup sulit mendapat simpati rakyat. Lantaran kadung tahu, sikap oposisi kedua partai ini hanya gara-gara kecewa tidak diberi jatah kursi menteri. Bukan lantaran ideologi partai.
Pertanyaannya, jika dalam perjalanannya koalisi oposisi retak, masih beranikah mereka, khususnya PKS mengkritik tajam terhadap pemerintah?..
Diakui Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini pada BeritaSatu.com, fihaknya secara faktual akan mengambil jarak kritis dengan pemerintah sebagai konsekuensi berdemokrasi. Namun itu semua didasarkan atas argumentasi dan data-data yang memadai.
"Kita akan mengkoreksi yang salah, mendukung yang baik. Menghindari sikap yang menganggap semua salah dan semua benar. Selama lima tahun kemarin Fraksi PKS punya banyak catatan kritis-konstruktif terhadap kepemimpinan dan kebijakan Pemerintahan Jokowi-JK, mudah-mudahan ada perbaikan ke depan," ujar legislator asal Banten ini.
Jazuli juga mengatakan Indonesia sesungguhnya punya potensi yang besar, namun demikian menghadapi tantangan yang tidak mudah.
"Tidak bisa dikelola sendiri dan butuh peran serta semua pihak, termasuk yang mengawasi dan mengkoreksi secara kritis dan konstruktif," pungkas Jazuli.
Pernyataan Jazuli dan PKS tersebut di atas tentunya masih memerlukan bukti lebih lanjut. Penulis hanya berharap, sebagai partai oposisi, mereka bisa memainkan perannya dengan optimal dan berfaedah bagi masyarakat serta menjaga wajah demokrasi tanah air tetap sehat.Â
Dalam hal ini, sikap oposisi mereka menghasilkan pemikiran-pemikiran bermanfaat dan kritik konstruktif. Semoga...!