Perkara hasil, rasanya penulis pesimis kalau gerbong oposisi ini bisa menghasilkan kritikan yang konstruktif dan dirasakan faedahnya oleh masyarakat. Mengingat komposisi mereka yang minoritas.
Apalagi, melihat pengalaman lima tahun ke belakang. Partai oposisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) adalah partai mayoritas alias digdaya di parlemen. Meski demikian, koalisi ini tidak mampu mempertahankan konsistensinya.Â
KMP terus digembosi dan berbalik arah kepada pemerintah. Sebut saja, PPP, PAN dan Golkar. Dengan kata lain, partai oposisi hanya menyisakan Gerindra dan PKS, karena Status Demokrat tidak jelas. Partai ini sepertinya hanya cari aman dan berdiri pada politik dua kaki.
Apalagi sekarang, komposisi oposisi berada pada posisi sebaliknya (minoritas). Berkaca pada pengalaman lalu dengan peta kekuatan KMP di atas parpol pendukung pemerintah yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) saja, mereka, khususnya PAN tidak kuat berada di luar ring pemerintahan, terlebih saat ini. Bukan hal mustahil karena politik iti dinamis dan cair, untuk satu dua tahun ke depan, koalisi oposisi ini kembali retak.
Kendati begitu, penulis masih yakin dan percaya, PKS akan konsisten dengan sikap politiknya. Setidaknya ada dua alasan yang penulis bisa tangkap.
PERTAMA : Investasi politik
Dengan bergabungnya Gerindra ke koalisi pemerintah, banyak pendukungnya yang kecewa. Boleh jadi rasa kecewa ini menjadikan mereka mengalihkan dukungannya pada partai lain yang dianggap sejalan dengan keinginan mereka.Â
Dalam hal ini PKS boleh jadi menjadi pelabuhan para pendukung Prabowo dan masyarakat lain yang kecewa. Selain itu, PKS juga bisa meraih simpati masyarakat "anti Jokowi" yang asalnya berlabuh di gerbong Prabowo, untuk sama-sama berjuang dengan partainya.
Sikap politik seperti ini pernah dilakukan oleh PDI Perjuangan. Partai berlambang banteng gemuk moncong putih ini konsisten berada di luar ring pemerintah semasa kekuasaan SBY. Hasilnya, dua kali berturut-turut menjadi jawara Pemilu.Â
Pun, dengan Gerindra. Sikap politiknya menjadi oposisi lima tahun belakangan, bisa dirasakan saat Pemilu 2019 lalu. Meski bukan pemenang Pemilu, raihan suara mereka meningkat, dari 73 menjadi 78 kursi di DPR RI.
Hal ini pula yang akan dibidik PKS dengan menempatkan diri sebagai opisisi, yaitu berinvestasi politik untuk lima tahun kedepan.
KEDUA :Â Tidak dikehendaki Jokowi.
Seperti dibilang, bahwa politik itu cair dan dinamis. Boleh jadi, PKS pun akan tergiur masuk koalisi pemerintah jika diiming-imingi jabatan strategis di pemerintahan. Namun, rupanya, Jokowi tidak menghendaki itu.Â