MENURUT Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat.
Sedangkan Mental adalah bentuk kata sifat, yang menurut KBBI adalah bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga.
Jadi kalau boleh ditarik kesimpulan, revolusi mental berarti perubahan cara berfikir dalam waktu singkat untuk merespon dan bertindak. Dalam hal ini, revolusi mental adalah suatu gerakan perubahan secara cepat dan massif, untuk mengubah sikap mental masyarakat secara menyeluruh, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal tersebut dimaksudkan, agar cita-cita bangsa menuju masyarakat yang adil, makmur serta bangsa yang berdaulat secara politik, mandiri dalam perekonomian dan berkepribadian dalam kebudayaan dapat tercapai. Oleh karena itu bagi seluruh penyelenggara negara tanah air sejatinya mampu melakukan perubahan yang cepat dan menyeluruh di masing-masing instansinya.
Sikap mental penyelenggara Negara hendaknya dirombak total. Sebut saja, sikap korup, serakah, tidak bertanggung jawab, lambatnya pelayanan terhadap masyarakat karena birokrasi yang panjang.
Sedikit pemaparan penulis di atas adalah bentuk revolusi mental yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada jargon politiknya saat kontestasi Pilpres 2014 lalu. Menurut mantan Gubernur DKI ini, revolusi mental urgent dilaksanakan mengingat karakteristik bangsa yang terkenal santun, berbudi pekerti, ramah dan bergotong royong telah tergerus perkembangan zaman.
Tak bisa dipungkiri, karakterisitik bangsa yang seperti Jokowi sebutkan tadi cenderung melemah. Imbasnya para penyelenggara negara tak sedikit yang keluar dari koridor tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Mereka cenderung asik dengan dunianya dan lebih mendahulukan kepentingan pribadi dan golongannya.Â
Akibatnya, prilaku korup terjadi di segala institusi, bahkan cengkramannya sampai ke institusi hukum. Pelanggaran-pelanggaran HAM masih seringkali dilakukan aparat, hukum masih cenderung tajam ke atas tumpul ke bawah, menjadi probematika yang sudah menggurita, birokrasi lamban dan panjang membuat masyarakat tercekik karena tak jarang di dalamnya terjadi pungutan liar. Istilahnya, ada duit urusan kelar, tak ada duit urusan melar.
Dampak dari semua prilaku para penyelenggara yang tidak bertanggungjawab seperti itu adalah terlambatnya perkembangan ekonomi, lemahnya kesejahteraan rakyat serta amburadulnya pembangunan infrastruktur.
Maka, pantaslah salah satu program utama Jokowi kala itu adalah mengamputasi sel-sel institusi dan penyelenggara negara agar perilaku-prilaku serta sistim birokrasi yang tidak epektif, dengan cara merevolusi mental seluruh jajaran sampai ke tingkat daerah.
Tidak hanya menyisir para penyelenggara negara, revolusi mental ala Jokowi juga berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia. Hal ini tentunya tak lepas karena sering terjadinya gesekan-gesekan di antara kelompok masyarakat, SARA kerap kali menjadi pemicu bentrokan.Â