Kenapa?...Karena seperti di utarakan Jokowi, karakteristik bangsa sudah tergerus perkembangan zaman.
Lantas, apakah revolusi mental yang dimaksudkan Jokowi selama lima tahun pemerintahannya di periode pertama, berhasil?...
Proses reformasi birokrasi terkait dengan perizinan agar menghadirkan iklim investasi yang kondusif bagi fihak swasta, boleh dibilang cukup berhasil. Hal ini tak lepas, dari kebijakan Jokowi dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait percepatan dan perbaikan pengurusan izin investasi di dalam negeri.
Tapi di sisi lain, rasanya revolusi mental ala Jokowi masih belum sesuai ekpektasi. Lantaran, penulis lihat, Jokowi justeru difokuskan pada pembangunan infrastruktur.
Prilaku sosial masih lemah diberbagai lapisan masyarakat, baik penyelenggara negara, pemuka masyarkat, pimpinan partai politik, bahkan masyarakat biasa telah membawa bangsa ini kepada begitu banyak krisis. Perilaku korup seolah telah menjadi budaya. Ini  sebagai akibat dari mengakarnya sifat materialisme, sifat cinta diri, sehingga jabatan yang disandang cenderung menjadikannya lupa daratan alias tidak lagi mampu menguasai nafsu serakahnya.
Sudah tak terhitung banyaknya kerugian negara yang diakibatkan perbuatan aparatur negara yang tidak bertanggungjawab. Kolusi dan Nepotisme telah dibangun dengan menghalalkan segala cara, termasuk cara-cara yang inkonsitusional, mencederai demokrasi, bahkan melawan hukum dilakukan  demi mengejar napsu kekuasaan. Akhirnya korupsi tumbuh subur, tidak terkendali karena diberi ruang, dipelihara, dan bahkan dilindungi oleh pemangku kekuasaan.
Penyakit sosial yang kronis ini, perlu mendapat perhatian serius oleh pemerintahan Jokowi di periode keduanya. Pemberantasan korupsi haruslah dilakukan secara cepat dan massif. Tentunya, UU KPK hasil revisi yang disahkan DPR bersama pemerintah, 17 September 2019 lalu tidak termasuk di dalamnya. Karena, justeru menurut sejumlah fihak, UU KPK baru tersebut berbanding terbalik dengan program Jokowi tentang pemberantasan korupsi.
Sejatinya, penegakkan aturan pada instansi hukum hendaklah menjadi keutamaan. Pembersihan aparat hukum, perbaikan aturan dan institusi perlu mendapat perhatian dari Presiden. Sangsi yang berat dengan penanganan yang ekstra cepat harus diterapkan.
Dianggap kurang berhasilnya revolusi mental di periode pertama Jokowi, juga disoroti Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera. Kepada CNN Indonesia, Mardani menilai, janji Presiden Jokowi terkait revolusi mental pada kepemimpinannya 2014-2019 tidak tercapai.
Ia lantas meminta kepada Jokowi agar penerapan janji revolusi mental dan tugas besar lain yang tidak tercapai di periode sebelumnya juga harus mampu di tuntaskan di periode kedua masa pemerintahannya, 2019-2024.