Pasalnya, tiga aktor penting, yakni partai politik, pemerintah dan kepolisian mempunyai kepentingan yang sama untuk mengurangi peran KPK.
"Inilah serangan terhadap KPK yang paling sulit dibendung. Dalam perlawanan kepada KPK jilid pertama, cicak versus buaya, itu berhasil dimenangkan karena memang pertarungan ketika itu semata-mata antara KPK dengan unsur konservatif yang korup di kepolisian," ungkap Usman Hamid diskusi bertema 'Menagih Janji Keadilan untuk Novel Baswedan dan Menyelamatkan KPK' di Jakarta, Sabtu (19/10).
Dari sisi pemerintah, Usman menyebut Jokowi tengah membuka keran investasi besar-besaran. Salah satu yang menghambat adalah keberadaan KPK yang kerap menciduk pihak swasta maupun birokrat yang bermain kotor dan merusak lingkungan.
"Partai politik juga begitu, banyak petinggi parpol yang takut dengan keberadaan KPK. Begitu juga dengan banyak jenderal polisi yang merasa terancam akan keberadaan KPK," kata Usman.
Pelemahan KPK ini semakin tampak jelas, ketika suara mahasiswa yang tergabung dalam Tagar RepormasiDikorupsi, saat ini terkesan dibungkam, untuk tidak lagi melakukan aksi demo. Dalam hal ini, parlemen jalanan yang diharapkan sebagai kepanjangan tangan masyarakat tidak lagi memiliki ruang menyampaikan segala aspirasinya.
Sementara di sisi lain, penulis juga tidak melihat gelagat positif Presiden Jokowi yang akan kembali di lantik hari ini untuk kedua kalinya, mengeluarkan Perppu KPK.Â
Akibatnya lembaga antirasuah kemungkinan besar semakin dalam posisi terjepit dan tak mampu berbuat banyak dalam penanganan kasus korupsi. Bukan tidak mungkin, jika UU KPK hasil revisi terus melenggang mulus, korupsi semakin merajalela di tanah air. Tentunya ini menjadi ancaman besar dan tidak kita inginkan. Salam.