Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Kado Terindah] Sebelum Hari Itu Tiba

12 Oktober 2019   20:08 Diperbarui: 12 Oktober 2019   20:31 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Syukurlah. Kalian memang anak-anak ibu yang baik. Maaf, hanya itu yang bisa ibu wariskan pada kalian. Tak ada harta yang bisa ibu berikan. Sekali lagi, maafkan ibu..!"

Setelah memberikan nasehat kepada kedua anaknya, tubuh Sukaenah tampak makin lemah. Sontak, kondisi ini membuat kedua anaknya tak kuasa menahan tangis lagi. Keduanya sesenggukan menangis sambil menciumi wajah ibunya.

Melihat mental anak-anaknya yang masih kelihatan berat melepas kepergiannya. Sukaenah, kembali memaksakan diri bicara.

"Anakku, manusia itu tidak ada yang kekal. Semua yang bernyawa pasti akan mati. Maafkan semua salah ibu, jika tidak bisa lagi menemani kalian. Nita, jadilah engkau ibu sekaligus bapak bagi adikmu Jaka. Dan kau Jaka, jagalah kakakmu dengan baik. Anggaplah,kakakmu pengganti ibumu. Lailah haillahu Muahamadu Rosullulloh," perlahan, kelopak mata Sukaenah mengatup. Meninggalkan alam dunya untuk selamanya, kembali menghadap sang pencipta.

Santino Rice
Santino Rice
"Ibuuuuuuuuuuu.....Inalillahi wa innalillahi roji'un. Hiks..hiks..hiks..," Nita menangis tersedu-sedu.

"Kak Nita, ayo kita bawa ibu ke rumah sakit. Ayo, kak....!" Ucap Jaka, terengah-engah.

"Tidak perlu dik. Ibu telah berpulang ke pangkuanNya," Ujar Nita.

Hati Jaka langsung tersentak mendapati ibu yang sangat dia sayangi ternyata telah wafat. Tubuhnya menggigil. Diselonjorkan kakinya di ubin.

"Inalillahi wa inallilahi roji'un," bisiknya, sambil terus menangis.

***
Selang beberapa minggu kemudian, Nita lebih banyak melamun. Dia bingung dengan kelanjutan kuliahnya.

"Kakak, kenapa? Jaka perhatikan, akhir-akhir ini sering melamun."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun