"Pokonya setiap hari saya diminta Rp. 15.000 saja kang. Kadang sama sebungkus rokok juga kalau petugasnya minta,"
Jawaban juru parkir ini makin membuat penulis bingung. Jumlah setoran sudah ditentukan nilainya. Padahal, nilai setoran tentunya disesuaikan dengan jumlah karcis parkir yang dikeluarkan.
"Iya semestinya demikian. Tapi selama saya ditunjuk jadi juru parkir di sini tidak pernah diberi karcis parkir, kang," Jawab si tukang parkir.
Jawaban ini tak terlalu diambil pusing. Penulis coba sedikit menakut-nakuti, kalau apa yang dikerjakan juru parkir itu salah. Soalnya, termasuk prilaku pungutan liar (pungli). Bahkan, penulis berbohong pada juru parkir tersebut. Tindakan tukang parkir memungut jasa parkir lebih dari ketentuan bisa ditangkap KPK. Bukannya takut, si juru parkir malah tertawa. Dia mengatakan, bahwa KPK sekarang lagi bermasalah. Katanya, hal tersebut diketahuinya dari tayangan berita di televisi.
"Tidak mungkinlah KPK menangkap tukang parkir seperti saya. Hobby-nya KPK kan menangkap pejabat dan anggota dewan pusat. Kalau KPK menangkapi tukang parkir seperti saya, wah dijamin tidak akan dicintai masyarakat lagi,"Â Jelasnya, sambil terus terkekeh.
Mendengar hal ini, tanpa sadar penulis pun ikut tertawa kecil. Cuma dalam hati, penulis tersadar bahwa kisruh KPK pun sudah diketahui semua kalangan, termasuk tukang parkir sekalipun. Ini menandakan, bahwa kisruh KPK tidak hanya jadi perhatian masyarakat di ibu kota atau kalangan yang mengerti. Orang awam sekalipun ternyata turut mengikuti perkembangannya. Semoga kisruh ini cepat berlalu...
Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H