Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pejabat 'Nakal' Tunggu RUU KPK Ditandatangani?

8 September 2019   15:39 Diperbarui: 8 September 2019   15:47 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PRO KONTRA atas Rancangan Undang-undang (RUU) perubahahan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang disepakati menjadi inisiatif DPR terus mengalir.

Menurut hemat penulis, RUU perubahan ini jika pada akhirnya ditandatangani Presiden Jokowi, diyakini akan menjadi petaka bagi seluruh masyarakat negeri. Betapa tidak, dalam kapasitasnya sebagai lembaga antirasuah yang dianggap paling bersih dan asesoris kewenangan yang bisa dibilang no limit diantara lembaga-lembaga hukum lainnya, praktik-praktik korupsi masih belum mampu diminimalisir. Bahkan fluktuasinya cenderung terus dan makin menggurita. Baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.  

Menurut laporan KPK yang dilansir Databoks, dari tahun 2004-2109, sebanyak 124 Kepala daerah terjerat kasus korupsi. Jumlah in pastinya bakal jauh lebih membengkak bila dihitung dengan kasus yang menjerat oknum-oknum lainnya. Sebut saja, oknum anggota dewan dan pejabat-pejabat lainnya yang ada di berbagai sektor san lapisan.

Dalam hal ini, penulis hanya ingin menekankan, dalam kewenangan yang bisa dibilang tak terbatas saja, praktik-praktik korupsi masih sangat sulit dihentikan. Bagaimana jadinya, kalau sebagian hak dan kewenangan KPK dipangkas seperti maunya DPR.

Salah satu yang akan direvisi misalnya tentang penyadapan. Jika kewenangan penyadapan diminimalisir, penulis kira 'kesaktian' KPK dalam menangkap basah para pelaku korup (OTT) semakin sulit. Bahkan mungkin tidak akan terjadi lagi. Bagaimanapun, jagonya lembaga antirasuah ini memergoki oknum-oknum yang sedang bertransaksi uang haram atau penyalah gunaan wewenang ini patut diakui berkat bantuan alat canggih tersebut. Bukan semata-mata akibat lihai atau canggihnya intelejen milik KPK.

Seperti dilansir CNN Indonesia, mantan Ketua KPK, Abraham Samad, khawatir KPK akan mati suri jika revisi RUU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi benar-benar dilakukan DPR. Kalau KPK akhirnya mati suri artinya agenda pemberantasan korupsi tidak akan berjalan dan akhirnya berhenti. Soalnya, dia tidak melihat revisi UU KPK akan memperkuat fungsi KPK, justeru sebaliknya. Ia menyebut, revisi tersebut tak relevan dan akan melemahkan kerja pemberantasan Korupsi.

Kita tunggu saja dan berharap, Presiden Jokowi mendengar segala keluh kesah dan keinginan masyarakat yang tidak ingin lembaga antirasuah ini di lemahkan. Presiden tidak ikut terseret dalam pusaran dan kepentingan politik mereka (DPR). Penulis menduga, saat ini banyak pejabat-pejabat 'nakal' tinggi negara sampai pejabat 'nakal' yang ada di tingkat daerah menginginkan dan menunggu Revisi Undang-undang KPK tersebut segera di tandatangani dan di syahkan, untuk kemudian berpesta pora. Seperti halnya tikus-tikus yang menari di lumbung padi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun