Meski gagal jadi pemuncak, permainan Belanda kala itu mampu membius penikmat bola sepak seluruh dunia. Permainan agresif dan atraktifnya benar-benar mengerikan tim-tim lawan di kolong langit. Wajar, pada akhirnya tim ini dijuluki 'raja tanpa mahkota'.Â
Sejak kekalahan pada final Piala Dunia 1978, Timnas Belanda terus memperlihatkan permainan indah dan enak ditonton sampai pada akhirnya pada tahun 1988, mereka berhasil menjadi juara eropa usai di final mengalahkan tim pavorite juara, Unisoviet.Â
Nama-nama yang sukses menghantarkan tim Belanda ke puncak juara kala itu, sampai sekarang terus melegenda. Sebut saja, Ruud Gullit, Marco Van Basten, Frank Rijkard, Koeman bersaudara (Ronald Koeman saat ini jadi pelatih Timnas Belanda).Â
Sebenarnya, pada edisi Piala Eropa tahun 1992, Timnas Belanda yang masih bermaterikan pemain tidak jauh beda pada saat menjuarai edisi sebelumnya, kembali diunggulkan. Sayang langkah mereka terhenti di semi final oleh Denmark.Â
Tim yang sama sekali tidak diperhitungkan ini sukses menundukan Belanda lewat drama drama adu penalti. Padahal, saat itu Denmark hanyalah tim pengganti Yugoslavia akibat terjadi konflik perang saudara. Di final mereka menghancurkan tim pavorit juara lainnya, Jerman Barat. Sejak saat itu julukan "The Dynamite" melekat pada tim ini.
Paska menjuarai Piala Eropa, Timnas Belanda memang belum mampu lagi mendulang kesuksesan. Baik pada kejuaraan Piala Dunia maupun Eropa.Â
Namun tidak bisa disangkal, kehadiran tim ini selalu ditempatkan sebagai tim pavorite. Ini tentu tak lepas, selalu lahirnya para pemain bintang sepak bola kelas dunia. Ketika era keemasan Ruud Gullit cs habis, muncul nama-nama beken lainnya, seperti Patrick Kluivert, Edgar Davids, Mark Ovemars, De Boer bersaudara dan Dennis Berkamp.Â
Tongkat estapet kebintangan lalu dilanjutkan oleh Rud Van Nisterlooy, Arjen Robben, Weisley Sneijder, Jap Stamp dan Erwin Van de Sar.Â
Para pemain ini yang dosebutkan terakhir sempat kembali memunculkan harapan bagi masyarakat Belanda setelah mampu menembus final Piala Dunia tahun 2010 di Afrika Selatan. Sayang, lagi-lagi Dewi Fortuna belum berfihak.Â
Di final mereka harus mengakui keunggulan Spanyol dengan sepak bola tiki-takanya. Adre Inesta menjadi mimpi buruk Belanda dengan mencetak gol semata wayangnya pada final tersebut.
Usai gagal di Piala Dunia 2010, sebenarnya pada edisi 2014 yang di gelar di Brasil, tim ini menunjukan permainan menjanjikan. Tim yang dikomadoi Robin Van Versie ini jauh melaju hingga semi final.Â