Petruk menceritakan akal bulusnya. Dia akan berpura-pura untuk mengembangkan usaha ke kota. Gareng diminta untuk meyakinkan isteri dan mertuanya.
"Oke...tapi wani piro?" Sahut Gareng, komersil.
"Udah gampang masalah itumah, yang penting kamu sanggup nggak?" Tanya Petruk
"Siap....ada pulus, urusan mulus"
***
Berkat bantuan Gareng, Petruk pun akhirnya berangkat ke kota. Dengan duit segalanya jadi mudah. Petruk tinggal di rumah kontrakan cukup mewah lengkap dengan segala fasilitas. Penampilannya pun di make over mengikuti trend terkini. Jadilah ia pria metropolis yang gagah dan tampan.
"Wow....elu udah kaya artis aja, truk" puji Gareng pada sobat kecilnya itu.
Merasa udah pede, mulailah Petruk mencari wanita yang sesuai dengan seleranya. Emang rejeki tak kemana, sekali clubing (Pergi ke tempat hiburan malam), langsung dapat gebetan. Pantas, wanita mana yang nggak kepincut Petruk. Selain tampan, tajir pula.
Sejak dapat gebetan cantik, Petruk mulai jarang pulang ke kampung. Biasa dua minggu sekali, jadi sebulan. Bahkan pernah sampai dua bulan.
"Kang koq nggak pulang-pulang?". Neng kangen" kata isterinya via telpon.
"Duh maaf ya neng. Akang masih sibuk" jawab Petruk, ngeles. Padahal dia lagi happy dengan gebetannya, yang tak lama lagi akan dipersunting.
Dasar Arimbi, wanita kampung yang polos, percaya saja dikadalin suaminya. Tapi, tidak halnya si tuan tanah. Dia mulai ragu dengan bisnis menantunya. Selain jarang pulang, hasil audit keuangan dari beberapa perusahaan yang dipegang Petruk, bermasalah. Neraca saldonya jomplang. Malah, diantaranya ada yang terancam gulung tikar. Pernah satu kali mertua Petruk menaruh curiga. Tapi dengan sigap, menantu sialannya ini mampu menepis. Uang perusahaan di kampung dipake invest bisnis property dengan cukong-cukong ibu kota.