Mohon tunggu...
elang likaytanjua
elang likaytanjua Mohon Tunggu... -

Aku hanyalah aku dengan apa adanya diriku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sahabat, Dimanakah Kau

8 Desember 2018   09:16 Diperbarui: 8 Desember 2018   09:33 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : usbdata.co

Ternyata selama ini aku hanya "baper" menganggap rekan kerja seperti keluarga, hanya karena terlalu dekat.

Lalu siapa sahabatku? Apakah orang-orang yang sudah seperti keluarga itu? Yang biasa berbagi dan dimintai bantuan? Yang pernah minum satu gelas bersama? Bukan..! mereka bukan sahabatku, bahkan orang yang kau anggap keluarga, yang telah kau berikan berlimpahan, itu tidak menjadikan dia sahabatku. Orang-orang itu hanya orang yang memanfaatkanku, tapi aku tidak menyadari dan malah menganggap dia sebagai keluarga. Bodohnya diriku... 

Aku mengabdi di sebuah lembaga selama 10tahun, ada 2000 (dua ribu), orang yang berada dalam lembaga, juga dua yayasan tempatku mengabdi yang (ternyata hanya aku yang baper) menganggap mereka keluarga. 

Namun aku tak menemukan sahabat diantara mereka. Bahkan mereka mungkin sudah menganggap bahwa aku tidak pernah ada meski hal ini diingkari oleh bibir mereka.

Aku menemukan sahabat dari luar itu semua, dia yang mengkhawatirkan keadaanku, menjengukku lebih sering dari lainnya, sering menanyakan perkembanganku, menyediakan waktunya untukku, menawarkan bantuan apa yang ia mampu, bahkan ada yang mendoakanku di Roudloh dan di depan pintu Ka'bah. 

Dia yang mampu membuatku menangis menceritakan semua kehancuranku dihadapannya, Dia bukan saudara, tidak ada darah keluarga yang mengalir didirinya, namun kepeduliannya melebihi saudara. Itulah sahabatku, dia yang ada dalam kejatuhanku, dalam sakitku, dalam hancurku, hanya dua orang dari ribuan orang yang kukenal dalam dunia ini...

Namun begitu, aku masih beruntung ada malaikat yang selalu ada untukku, merawatku 24jam tanpa lelah, tanpa keluh kesah, yang dengan sabar menghadapiku, dengan telaten merawatku, dengan ikhlas merawat anak-anakku, seakan Tuhan menciptakannya tanpa dibekali rasa capek dan lelah, malaikat yang dipatahkan sayapnya sehingga tidak lagi bisa terbang hanya untuk merawatku, menjagaku, menangis bersamaku, memelukku, dan membangkitkan lagi semangat hidupku untuk menerjang kegelapan, melepaskan diri dari sayap-sayap kematian... 

Flamboyan 304, November 29th, 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun