Ketika rakyat merasakan kehadiran negara dalam melindungi mereka, mensejahterakan mereka dan merasakan negara membantu mereka dalam berbagai persoalan, maka niscaya mereka akan memberikan nyawanya untuk membela negara.
(Hikayat Lelaki Tampan - 2000 SM)
Hmm, sebuah nubuat yang lumayan oke dari lelaki tampan tak dikenal yang hidup ribuan tahun yang lampau.
Kehidupan di negeri Kenthir itu terlalu sederhana untuk mengenal segala retorika dan jargon-jargon melangit lainnya. Coba saja ajukan pertanyaan semacam “Apa yang sudah kau berikan pada negara?” kepada Herry, pak RT Amalludin, Elang, Wagiman, ArKe, Wepe, Bang Pilot dsb.
Mereka pasti bingung menjawab, bahkan bisa terlontar kalimat “Pertanyaan macam apa pulak itu” dari bibir mereka.
Pikiran mereka sederhana (tadinya mau nulis bego, tapi gak jadi karena ada nama gue di situ), tindakanpun sederhana, sesederhana cinta mereka pada pasangan hidup mereka dan pada negeri Kenthir tentunya.
Yang mereka tau hanya kerja, cari duit buat makan anak bini, hidup rukun dalam bertetangga. Dan tanpa mereka sadari, hal sederhana yang mereka lakukan bisa membuat negeri ini masih berjalan.
Coba kalo orang-orang seperti mereka mogok kerja, macet total dah negeri Kenthir. Tapi kalo pemimpin negeri Kenthir yang gak bisa kerja, maka minimal negeri melambat kayak keong.
Mereka lebih mengerti ungkapan “Ada uang abang sayang, tak ada uang abang ditendang”, daripada jargon kerja, bela negara atau revolusi mental. (Sekali lagi, jangan bilang mereka bego, sebab ada nama gue disitu, gue bacok-bacok nanti).
Tengok saja Herry, berani bekerja keras, karena setiap hari mesti setor duit ke bininya, agar bininya tetap sayang. Herry bahkan berusaha sangat sangat keras untuk berani pasang muka memelas saat gagal bawa duit, supaya tutup panci sang istri tidak melayang ke wajahnya.
Berani berjuang demi istri, dan tanpa dia sadari sudah ikut membela negara.
Tetapi bukanlah tindakan berani, ketika Herry dengan semena-mena berhutang sangat besar untuk membangun infrastruktur rumah yang megah, demi kebahagiaan istri katanya.
Keberanian Herry berhutang timbul karena dia tau kalo bukan dirinya yang akan membayar hutang, tapi mertuanya yang harus bayar.
Bela istri tapi menyusahkan mertua (don’t try this at home)
Menjaga ketertiban, ketentraman dan keamanan di lingkungan juga termasuk bela negara.
Tapi bukanlah bela negara, ketika pak RT Amalludin kepergok tengah malam berada di rumah janda tetangga sebelah yang semlohai.
Pak RT Amalludin boleh saja berkilah bahwa ini upaya menjaga keamanan sang janda, blusukan untuk mendengarkan keluhan sang janda, membuat tentram sang janda atau tugas negara sekalipun. Tetapi warga yang berpikiran sederhana itu tetap menggelandangnya.
Tanpa disadari oleh warga, sebenarnya mereka telah ikut membela negara.
Cinta produk lokal pun merupakan bela negara.
Seperti mas Wagiman misalnya, orang paling kaya di Planet Kenthir. Walaupun stok emas menumpuk dan bertambah setiap paginya di gudang bawah tanah belakang rumah, dia tetap bersahaja.
Mas Wagiman selalu belanja kebutuhan di pasar tradisional atau warung kecil, bahkan untuk minum kopi pun dia lebih memilih ke warung mbak Nunik daripada café yang menyediakan produk luar negeri.
Alasannya sederhana, yang lokal lebih enak dan nikmat. Hmmm, alasan yg aneh, tapi ya sudahlah.
Sebagai pengusaha sukses, mas Wagiman suka sekali berinvestasi, investasi pada pembuat tempe, peternak dan usaha kecil lainnya.
Wagiman lebih suka membeli sawah untuk dikerjakan pada orang lain daripada mendepositokan uangnya di bank. Semuanya system bagi hasil dan yang penting pengangguran berkurang, katanya.
Tapi mas Wagiman gak pernah mau investasi di bidang Miras seperti ciu literan atau arak, walau untung sih gede, tapi kalo merusak generasi muda mah percuma aja, katanya.