Mohon tunggu...
Elang Langit
Elang Langit Mohon Tunggu... -

nakal...

Selanjutnya

Tutup

Drama

Bapakku Pahlawan, Bukan Penghianat (The End)

2 Oktober 2012   21:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:21 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua bulan lebih Herman membantuku mengintai semua aktifitas pak Darmawan dan pak Basuki. Mempelajari kebiasaan kebiasaan mereka.
"Kenapa tak kau suruh aku saja yang membunuh mereka Lang?" tanya Herman padaku ketika aku mengantarnya ke bandara.
"Tidak Man...ini dendamku...mereka milikku...dan aku berterimakasih atas semua bantuanmu.
Herman tersenyum, lalu menjabat tanganku dan kamipun berpisah.

****

"LAGI, SEORANG PURNAWIRAWAN TEWAS KARENA KECELAKAAN"

Om Wawan Purwanto terkejut melihat berita itu, kematian tragis dua sahabatnya dalam waktu dekat begitu mengejutkannya. Lalu penyakit jantung yang dideritanya kambuh, dia pun pingsan. Hawa yang mendapati papanya pingsan segera membawa ke rumah sakit.

"Mas Elang...segera ke rumah sakit Pertamina, papa kena serangan jantung mas".
Terdengar suara Hawa yang menangis saat menelponku. Lalu secepatnya aku pergi ke rumah sakit. Semampainya disana, aku melihat Hawa dan Lintang sedang duduk diluar menunggu dengan cemas.
"Bagaimana keadaan papamu sayang?" ucapku sambil memeluknya.
"Sudah agak stabil mas...dokter lagi merawatnya di dalam"
Lalu bertiga kami menunggu di luar ruangan. Tak berapa lama dokter keluar.
"Bagaimana dok?" tanya istriku
"Sudah stabil...tapi masih perlu perawatan intensif. Oh ya..tadi pak wawan meminta pak Elang masuk kedalam" ucap dokter itu.

"Elang...masuklah ke dalam...Om ingin bicara denganmu" lemah terdengar suara om Wawan saat aku membuka pintu. Kututup pintu lalu kuhampiri Om Wawan.

Aku berdiri disamping Om wawan yang terbaring lemah, bersiap untuk mendengarkan.
"Apalagi yang kau tunggu...aku sudah siap menghadapi ajalku Aryo"
Aku sangat terkejut, bagaimana Om Wawan mengetahui nama kecilku.
"Kau terkejut? hmm..Aryo Baskoro, putra dari Letnan Baskoro, teman seperjuanganku"
"Bagaimana Om tahu tentang aku?" tanyaku heran.
"Aku mengetahuinya...sebelum aku menerimamu sebagai menantuku, aku mencari informasi atas dirimu..". Sejenak Om Wawan menghentikan ucapannya, lalu dia melanjutkan kembali.
"Tunggu apalagi nak...cabut selang itu, bunuh aku...tuntaskan dendammu..aku rela"

Perang bathin berkecamuk dihatiku, terbayang lelaki yang membunuh ibuku.
Ingin rasanya segera menghabisi lelaki yang terbaring lemah dihadapanku, lalu....
"Aku bukan pembunuh seperti Om, aku tak mau lagi membiarkan naluri pembunuh mengalir ditubuhku" ucapku pelan.
"Tapi...? kematian kedua temanku...kecelakaan itu?" tanya om Wawan heran.
"Om pikir itu ulahku? bukan Om...itu murni kecelakaan..itu kelalaian mereka...polisi bisa membuktikannya, aku tak pernah membunuh...tak pernah membunuh walaupun aku ingin sekali membunuh mereka!" ucapku tegas, lalu kusadari kalau suaraku terlalu keras.

Kemudian aku berbicara lagi, kali ini dengan pelan.
"Andai dulu ada pistol ditanganku, sudah aku tembakkan ke kepala Om, sebelum Om membunuh ibuku. Bertahun tahun aku hidup dengan itu...bahkan sampai saat aku mengenal Om, aku masih tetap ingin membunuh Om...teramat sangat ingin membunuh"

Kulihat Om Wawan meneteskan airmata, perlahan kugenggam erat tangannya.
"Semuanya berubah saat Lintang lahir, saat kulihat kebahagiaan dimata Om...saat kulihat kebahagiaan dimata Hawa istriku...saat kurasakan kebahagiaan yang ada dihatiku. Aku tak ingin anakku mempunyai ayah seorang pembunuh...aku tak mau meracuni hidupnya dengan itu. Aku ingin Lintang bangga denganku sebagai bapaknya" ucapku lalu mencium tangan Om Wawan.

"Aku tak tahu, apakah aku pantas meminta maaf padamu nak...dan..ahh..kau mirip sekali dengan Baskoro...seorang pemberani"
"Ceritakan tentang bapakku Om...ceritakan apa yang sebenarnya terjadi di tahun 1965 dulu, apakah bapakku penghianat negeri ini?". Pertanyaan yang terpendam puluhan tahun dalam hatiku aku keluarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun