Mohon tunggu...
Elang Langit
Elang Langit Mohon Tunggu... -

nakal...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukan Cinta Biasa

7 November 2011   13:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:57 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta adalah titik terendah dari suatu hubungan. Tanggung jawab adalah titik tertingginya. Lihatlah seorang ibu yang memberikan putingnya pada sang bayi. Atau yang seringkali kita lupakan yaitu dalam setiap udara yang kita hirup, ada bentuk tanggung jawab Tuhan kepada ciptaanNya. Seperti itulah bentuk “cinta” yang sesungguhnya. *Elang Langit*

****

Plakk...tamparan keras itu kembali mendarat di pipiku.
“Dasar bajingan !! ternyata kami salah menilaimu” hadrik lelaki tua itu penuh kemarahan.
Dan aku hanya terdiam.
“Kamu membuat malu keluarga kami...tega sekali kamu menghamili putri kami”
“Maafkan saya pak...saya khilaf...dan saya bersedia bertanggung jawab” ucapku pelan.
Sekilas, kulihat Widya menangis di pelukan ibunya. Dan perlahan kulihat emosi lelaki tua itu mulai mereda.

****

“Hati hati dijalan nak Elang” ucap sang bapak ketika aku menjemput Widya untuk berangkat kerja.
Hubunganku dengan keluarga Widya sangat dekat. Seringkali jika waktu libur kerja, aku menyempatkan diri untuk bertandang ke rumah mereka.
Aku mencintai Widya dan berharap dia menjadi ibu bagi anak anakku kelak.
Kedua orang tua Widya sepertinya mendukung aku, walau kutahu jika Widya belum pernah membuka hatinya untuku.
Sampai akhirnya...

****

“Aku hamil Lang” ucap Widya mengagetkanku.
“Kamu hamil...bagaimana bisa...selama ini..”
“Ya..aku terlanjur melangkah jauh dengan Wawan” ucap Widya memotong ucapanku.

Lalu kudengar semua cerita Widya tentang Wawan kekasihnya, tentang kebinggungannya ketika Wawan kemudian menghilang...tentang keinginannya untuk menggugurkan kadungannya.

“Jangan gugurkan...bayi itu berhak hidup di dunia” saranku padanya.
“Tapi aku tak menginginkan anak ini Lang...aku tak mau anak ini lahir tanpa seorang ayah”
“Menikahlah denganku...dan akan kujaga anak itu kelak”
“Tapi Lang...”
“Sudahlah...anak itu perlu seorang ayah kelak” jawabku meyakinkan Widya.

****

Pernikahan kami berjalan sederhana. Setelah itu, aku berusaha untuk menjadi suami yang baik. Aku tetap berusaha agar Widya bisa mencintaiku walau kutahu dia belum bisa mencintaiku.
Hatinya masih milik Wawan kekasihnya dan aku masih mencoba untuk mengerti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun