Mohon tunggu...
Elang Bakhrudin
Elang Bakhrudin Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Observer of Community Problems

Likes to share knowledge and experience for community enlightenment

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dakwah Itu Melayani Bukan Mencaci

16 November 2022   14:37 Diperbarui: 16 November 2022   14:36 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sejumlah pertanyaan seputar kewajiban berdakwah, salah satunya saat kita dihadapkan dengan hal-hal yang harus kita dakwahi atau kita cegah sementara  kalau hal itu dilakukan bisa berdampak bagi buruknya hubungan dan pekerjaan. Seperti contoh ketika ada kemungkaran di depan mata apa yang harus dilakukan oleh dai atau orang muslim yang berdakwah itu telah menjadi tugasnya. 

Jika berpedoman pada sebuah hadist tentang melihat kemungkaran maka harus segera bertindak untuk mengubahnya dengan Tangan, jika tidak mampu maka dengan Lisan, dan jika tidak sanggup juga maka dengan Hati, cuman kalau dengan hati menandakan kelemahan dari iman. Resikonya si dai jika lakukan ini maka harus siap berahadapan dengan perlawanan bahkan hukum,  jika tidak lakukan maka ada perasaan belum menjalankan perintah berdakwah. Bagaimana sebernarnya bersikap ideal dalam menjalankan kewajiban berdakwah.

Contoh terbaik dalam melakasanakan perintah dakwah tidak ada lain yaitu rasulllah saw sebagai suri tauladan (33:21), memahami beliau tentu harus juga mempelajarai sejarah beliau dalam  berdakwah, sehingga bisa mengabil sikap yang terbaik untk diterapkan dalam kehidupan kita yang persoalannya bisa saja ada persamaan. Ada beberapa peristiwa bagaimana sikap dakwah rasul saat dihadapkan dengan reaitas kemungkaran namun beliau lebih mengambil wait and see atau bersabar (16:126). 

(Pertama), saat rasul dan sahabatnya menyaksikan secara kasat mata  para budak yang sudah menyatakan Iislam mendapat siksaan-siksaan yang tidak berprikemanusiaan dari para majikannya, kemudian Hamzah sang paman mengusulkan untuk memberikan pencegahan dan perlawanan, namun nabi melarang bertindak seperti yang diusulkan, beliau menganjurkan agar bersabar sedikit, kemudian Abu Bakar tampil  mengusungkan pedang namun mengulurkan tangan untuk siap membeli si budak berapapun bayarnya. Setelah dibeli maka segera budak itu di bebaskan. Inilah sikap dakwah bijak yang ditunjukkan oleh Abu Bakar.

Demikian pula ( kedua),  saat rasulullah saw terus melayani makan si Yahudi tua di pasar yang setiap saat melalui mulutnya menghina agama dan menghina rasulullah  saw sebagai pendusta. Setelah wafatnya beliau pekerjaan tersebut dilanjutkan oleh AbuBakar, namun sayang si yahudi menolaknya karena dianggap tidak selembut yang biasanyan. 

Ketika Abu Bakar bertanya tentang yang siapa yang biasanya itu, si Yahudi menjawab orang yang lembut turur katanya santun dalam mekayani, maka Abu Bakar menjelaskan bahwa beliau itu adalah orang yang selama ini selalu kamu caci maki, dialah Muhammad rasulullah saw. Mendengar hal tersebut si Yahudi tadi kaget dan menyesali perbuatannya selama ini, kemudian si Yahudi tersebut bersyahadat masuk Islam.

Di sini ada keteladanan rasululah saw dalam berdakwah, meskipun beliau saat dicaci maki tidak merespon caci makinya namun beliau tetap berdakwah dengan Melayani dengan baik dan dengan akhlak yang baik. Maka benarlah apa yang beliaukatakan "innamaa bu'istu li utammima makarimal akhlak", sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.

Melihat apa yang sudah ditunjukkan oleh nabi tersebut dalam menghadapi sesuatu yang harus didakwahi atau dirubah, maka bagi para dai menjadi pelajaran bahwa berdakwah itu perlu strategi  yang matang dan minta kepada Allah agar bisa mengambil sikap yang terbaik, dan itulah yang dinamakan bil-Hikmah, untuk bisa bersikap hikmah diperlukan kefahaman agama yang mendalam (2:269). Jika tidak maka bisa saja pesan-pesan agama secara tekstual bisa memicu sikap radikalisme dalam agama, sehingga kekerasan atas nama agama akan sering terjadi karena memang ada dalil-dalil yang menunjang. Oleh karena itu menjalani profesi sebagai dai tidak boleh lepas dari kewajiban menuntut ilmu (9:122). Dakwahnya orang yang beriman dan  berilmu tentu akan lebih baik. eb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun