Mohon tunggu...
Elam Sanurihim Ayatuna
Elam Sanurihim Ayatuna Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai di Kementerian Keuangan

Peminat isu Kebijakan Publik, Ekonomi, Keuangan Negara, Perpajakan, dan Pengadaan Pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pajak Judi Online, Mungkinkah Direalisasikan?

28 Juni 2024   13:41 Diperbarui: 28 Juni 2024   13:41 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://fajar.co.id/2023/09/03/diungkap-drone-emprit-indonesia-negara-nomor-satu-pemain-judi-slot-di-dunia/

Judi Online kini semakin marak di Indonesia. Bahkan menurut data Drone Emprit, Indonesia menjadi negara dengan masyarakat terbanayak yang memainkan judi slot dan gacor.

Fenomena Judi online ini tidak hanya merusak perekonomian individu dan keluarga, tetapi juga memicu berbagai tindak kriminalitas serta konflik dalam masyarakat. Tidak terhitung lagi berapa orang yang mengalami kebangkrutan ekonomi karena aktivitas judi online.

Bahkan tidak jarang ditemui kasus judi online berujung pada bunuh diri atau pembunuhan. Salah satu contoh tragis adalah kasus seorang polwan yang nekat membakar suaminya yang kecanduan judi online. Uang gaji suami tersebut hampir habis dipakai untuk judi online.

Transaksi Ekonomi Judi Online

Sepanjang tahun 2023, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan sekitar 3,29 juta orang di Indonesia yang terlibat dalam judi online, dan sebagian dari mereka melakukan penyalahgunaan rekening. PPATK juga melaporkan bahwa pada tahun yang sama, terdapat sekitar 168 juta transaksi terkait judi online dengan nilai total mencapai Rp 327 triliun.

Selain merusak masyarakat, judi online juga merugikan perekonomian negara. Server dan bandar judi online sebagian besar berada di luar negeri, seperti di Kamboja dan Vietnam, sehingga sebagian besar uang hasil transaksi judi online mengalir ke luar negeri. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, devisa negara sebesar USD 7-9 miliar atau sekitar Rp 107-138 triliun per tahun lari ke negara lain akibat judi online.

Oleh karena itu, selain merusak aspek sosial dan ekonomi masyarakat, judi online juga merugikan perekonomian negara karena aliran uang yang seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan domestik justru pergi ke luar negeri.

Judi online kini menjadi bahaya laten bagi negara. Presiden Jokowi sendiri dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahaya judi online dan pernyataan perang terhadapnya. Salah satu bentuk keseriusan pemerintah untuk memerangi judi online dengan membentuk Satugan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring melalui Kepres nomor 24 tahun 2024. Satgas ini terdiri dari berbagai instansi pemerintah seperti kementerian terkait hingga aparat penegak hukum.

Ide Pemajakan Judi Online

Namun, di tengah diskursus bahaya dan pemberantasan judi online, muncul pula beberapa ide untuk melakukan legalisasi judi online dan mengenakan pajak atasnya. Ide ini didasarkan pada pesimisnya pemberantasan judi online akan berhasil. Dari pada negara kehilangan dana ke luar negeri, sebaiknya judi online dilegalkan dan dikenakan pajak.

Ide ini juga berkaca pada negara-negara lain yang telah melegalkan judi seperti Singapura, India, Filipina, dan Kamboja. Pada tahun 2023, pendapatan pajak Kamboja dari judi online diperkirakan mencapai lebih dari $100 juta (Rp1,53 triliun). Angka ini menunjukkan peningkatan dari total sebelumnya yang berkisar antara $70-80 juta per tahun.

Sementara di India, penerimaan pajak dari judi online diperkirakan mencapai sekitar $480 juta (Rp7,36 triliun) pada 2023. Pajak ini dikenakan melalui tarif 28% pada nilai taruhan penuh, bukan hanya pada pendapatan bersih operator, yang berarti jumlah yang signifikan dari uang taruhan langsung disalurkan ke kas negara.

Sepintas ide ini tampak menjanjikan. Indonesia sendiri telah berpengalaman menerapkan pajak atas hal-hal memiliki eksternalitas negatif (sin tax) dengan mekanisme cukai. Ada cukai atas tembakau dan minuman berakohol yang memiliki efek negatif pada kesehatan.

Selain itu, secara konstruksi hukum perpajakan Indonesia, Pajak Penghasilan (PPh) juga tidak mengenal legalitas sumber penghasilan. Segala penambahan kemampuan ekonomis Wajib Pajak dianggap sebagai penghasilan. Undang-Undang PPh menggunakan konsep material, bukan formal. Artinya, penghasilan harus dinilai berdasarkan substansi penambahan kemampuan ekonomisnya.

Seandainya ada orang yang memperoleh penghasilan dari hal ilegal seperti mencuri, korupsi, atau bahkan prostitusi, maka dianggap penghasilan oleh UU PPh. Walaupun dalam praktiknya, penghasilan ilegal telah "diciduk" atau disita terlebih dahulu oleh aparat penegak hukum, sehingga masuk ke kas negara sebagai barang sitaan bukan pajak.

Sedangkan secara administrasi pemajakan perusahaan online, otoritas pajak juga telah berpengalaman. Banyak perusahaan elektronik yang telah dikenakan pajak baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, apalagi dengan regulasi pengenaan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce).

Urgensi Pemajakan Judi Online

Oleh karena itu, apabila pertanyaannya adalah mungkinkah Indonesia memajaki judi online? Maka jawabannya tentu mungkin.

Namun, pertanyaan selanjutnya, perlukah kita memajaki judi online?

Mengenakan pajak bisa jadi sinyal bahwa pemerintah melegalkan judi online. Dengan adanya legalisasi, maka bandar dan pengguna judi online akan bertambah banyak. Nantinya, dampak buruk judi online sebagaimana dijelaskan di awal tulisan akan semakin luas.

Lalu, apakah pajak yang diterima negara akan sebanding dengan dampak kerusakannya? Atau negara justru menanggung lebih banyak kerusakan?

Tentu kita dapat berkaca pada cukai hasil tembakau. Mengutip pernyataan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti (AntaraNews 5/12/2023), yang mengatakan bahwa kerugian yang timbul akibat konsumsi rokok lebih besar dibandingkan dengan penerimaan negara dari cukai rokok.

Salah satu data yang dipaparkan yakni pada tahun 2017 penerimaan dari cukai hasil tembakau sebanyak Rp147,7 triliun, sedangkan nilai kerugian ekonomi makro yang timbul akibat konsumsi rokok mencapai Rp 431,8 triliun. Jadi secara agregat, negara lebih merugi dibandingkan cukai yang diterima dari hasil pendapat.

Walau data tersebut masih menjadi perdebatan, namun hal ini bisa menjadi bahan renungan bersama mengenai pengenaan pajak atas judi online. Selain risiko ekonomi, tentu juga ada masalah norma sosial dan agama yang dilanggar bila wacana mengenakan pajak online terealisasi.

Oleh karenanya, sampai saat ini, wacana pengenaan pajak atas judi online seharusnya tidak menjadi opsi. Maka dari itu, satu-satunya opsi yang harus dilakukan terkait judi online ini adalah memberantas sampai ke akar-akarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun