Mohon tunggu...
Elam Sanurihim Ayatuna
Elam Sanurihim Ayatuna Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai di Kementerian Keuangan

Peminat isu Kebijakan Publik, Ekonomi, Keuangan Negara, Perpajakan, dan Pengadaan Pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Kkn Pilihan

Dita Karang dan Bagaimana KPOP Mendominasi Kita

1 Juni 2020   13:13 Diperbarui: 30 Juli 2024   15:57 2374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dita Karang, gadis kelahiran 1996 itu sukses menggemparkan jagad per-KPOP-an tanah air. Dara berparas manis tersebut berhasil menjadi orang Indonesia pertama yang menjadi member girlband K-POP.

Lagu "Who Dis?" yang dinyanyikan oleh Secret Number, idol group tempat Dita bergabung selama berhari-hari menjadi trending teratas youtube Indonesia. Bahkan hingga tulisan ini dibuat (31/05/2020), video-nya telah ditonton sebanyak lebih dari 10 juta kali dan menempati peringkat ke-2 trending youtube untuk kluster musik.  Dita Sarang juga pernah menjadi pembicaraan utama di twitter hingga muncul di trending topic di Indonesia.


Selain sosoknya yang piawai bernyanyi dan lincah menari, sosok Dita punya daya tarik tersendiri bagi penggemar K-POP Indonesia. Walau telah Go International, Dita masih mempertahankan gaya bicaranya yang "medhok". Cantik, manis, berbakat, dilengkapi dengan ciri khas kejawaannya tersebut, sosok Dita bisa dikatakan merupakan strategi marketing yang baik dalam menembus pasar K-POP tanah air.

Namun, terlepas dari bergabungnya Dita adalah bagian dari strategi marketing atau bukan, yang jelas pasar Indonesia cukup 'seksi' bagi Industri budaya Korea Selatan Dengan jumlah penduduk muda yang terbesar di ASEAN, konsumen Indonesia cukup mengisi kantong-kantong duit oppa-oppa Korea. Bahkan SM Entertainment, salah satu perusahan rekaman KPOP raksasa di Korea membuka kantor perwakilannya di Jakarta untuk semakin menegaskan infiltrasi mereka di pasar Indonesia.

Selain musik, industri KPOP juga merambah lini bisnis lain seperti film, aksesoris,  pariwisata, dan makanan. Untuk film, berbagai drama korea dari mulai yang ditayangkan di bioskop, aplikasi streaming film, hingga stasiun televisi lokal laris manis ditonton masyarakat Indonesia.

Aksesoris atau merchandise juga menjadi keranjingan konsumen Indonesia. Bahkan muncul beberapa personal buyer yang memberikan jasa titip pembelian pernak-pernik KPOP langsung dari Korea seperti album, poster, foto, tongkat lampu, dan sebagainya. Penjualan merchandise KPOP pada tahun 2018 secara global mencapai US 132 juta dollar atau 1,9 triliun rupiah.

Demam KPOP pula yang membuat industri pariwisata Korea meningkat. Korea Tourism Organization (KTO) mencatat lebih dari 17,5 juta pelancong asal Indonesia yang berkunjung ke Korea pada tahun lalu. Angka ini adalah yang tertinggi, melampaui capaian angka tertinggi di tahun 2016 lalu yaitu sebanyak 17,24 juta wisatawan.

Makanan asal Korea kini pun menjadi salah satu makanan wajib anak kekinian. Banyak tempat makan atau restoran khas Korea dari mulai warung piring jalan, hingga restoran mewah yang menjual kimchi, tokpokki, rameyon, dan sebagainya. Menteri Perdagangan, Enggartiasto pernah menyebut jika setidaknya ada lebih dari 245 restoran dan bar Korea di Jabodetabek.

Kedigyaan KPOP di Indonesia maupun dalam dunia internasional tidak datang secara tiba-tiba. Racoma (2019) menyebut keberhasilan dominasi KPOP setidaknya disebabkan oleh tiga hal utama, yakni:

1. Investasi Pengembangan Infrastruktur

Pemerintah Korea Selatan menginvestasikan jutaan dollar untuk mengembangkan berbagai infrastruktur yang mendukung industri KPOP. Salah satunya untuk pengembangan distrik Chang-Dong. Sebuah distrik yang berfungsi sebagai pusat untuk KPOP. Di sana terdapat gedung konser, studio rekaman dan toko retail untuk mendukung pertumbuhan KPOP.

2. Pengembangan SDM

JYP Entertainment, YG Entertainment, dan SM Entertainment, label rekaman utama dalam mencari dan mengembangkan bakat idol ke seluruh Korea Selatan. Kesuksesan para idol KPOP tersebut dimulai sejak mereka menjadi Trainee dan mejalankan program pelatihan yang ketat  dalam menyanyi, menari, dan berakting selama beberapa tahun sebelum mereka diizinkan untuk debut, baik sebagai artis solo, duo, trio atau grup. Mereka juga dilatih berbicara di depan umum.

3. Ketersediaan Teknologi

Korea mempunyai kecepatan internet yang cukup tinggi. Hampir semua ruang publik di kota besar menyediakan Wi-fi gratis. Layanan ini mendukung berbagai kegiatan bisnis Industri KPOP seperti penjualan merchandise atau tiket secara online serta mendorong peningkatan streaming lagu dan film lokal Korea.

Melihat betapa seriusnya Korea dalam pengembangan ekonomi budayanya atau ekonomi kreatif, tentu ini menjadi pembelajaran baik bagi Indonesia. Bahwa jika ekonomi kreatif digarap dengan serius akan menghasilkan pendapatan yang menggiurkan bagi perekonomian nasional. Keith Horward, seorang professor dari Universitas London mengebutkan dalam studi ilmiahnya, bahwa Korea memperoleh $5 untuk setiap $1 yang diinvestasikan atau setara lima kali lipatnya.

Namun sayangnya, ini sangat jauh berbeda dengan kondisi di tanah air. Di Indonesia ekonomi kreatif masih kurang diprioritaskan. Ini terlihat dari investasi pemerintah pada anggaran Badan Ekonomi Kreatif yang hanya sebesar 870,46 miliar pada tahun 2019. Sungguh sangat jauh dengan dampak kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian yang sekitar Rp1.105 triliun.

Walau anggaran ekonomi kreatif yang sedikit, hal ini dapat didukung oleh Pemerintah Daerah yang kini getol membuat creative hub di kotanya masing-masing. Langkah ini patut diapresiasi dalam rangka mendorong perkembangan ekonomi kreatif. Tetapi pembangunan creative hub ini pun masih terdapat kekurangan. Sebagaimana diungkapkan oleh Mulyadi (2018), pembangunan creative hub ini sekarang masih berkutat pada penyediaan bangunan fisik semata, belum sampai menyentuh pengembangan manusia apalagi pelibatan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait.

Padahal sebagaimana belajar dari Korea, pembangunan fisik harus selalu diiringi pengembangan SDM dan kolaborasi dengan berbagai sektor seperti perguruan tinggi, BUMN, hingga perusahaan swasta. Karena justru ruh creative hub bukan terletak pada fisik bangunan, namun lebih kepada orang-orang yang mampu menggerakkan kegiatan ekonomi kreatif.

Tentu pengembangan ekonomi kreatif ini juga harus ditambah dengan kepercayaan diri bangsa untuk tampil dalam dunia internasional. Indonesia tentu sudah memiliki modal budaya yang kuat yang seharusnya bisa bersaing dalam pertarungan kultur antar negara. 

Untuk sektor musik, banyak jenis musik Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Industri film pun juga memiliki potensi demikian. Sedangkan sektor makanan dan kerajinan tangan, Indonesia memiliki kekhasannya tersendiri. 

Apalagi sektor pariwisata, tidak terhitung berbagai tempat wisata di Indonesia yang indah dan berbudaya. Hanya saja bagaimana fokus berbagai pihak dari pemerintah hingga masyarakat dalam pengembangan ini yang masih dirasa kurang.

Jika saja ada kesungguhan untuk mengembangan budaya Indonesia agar mampu bersaing di kancah Internasional bahkan menjadi demam tersendiri bagi negara-negara lain. Tentunya Indonesia akan memperoleh berbagai manfaat. Selain itu, Dita Karang nantinya tak perlu merantau jauh-jauh ke Korea untuk berkarya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun