Mohon tunggu...
Ela Faisah
Ela Faisah Mohon Tunggu... Lainnya - Pengawas Sekolah_Disdikpora Cianjur

Hobi menulis dan membaca membawa dampak yang baik untuk menunjang profesi saya dalam bidang pendidkan. Semoga tulisan-tulisan yang saya buat bermanfaat bagi para pembaca, tidak hanya bagi diri saya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Membongkar Miskonsepsi: Mengapa Memimpin dan Melayani Bukanlah Dua Hal yang Kontradiksi

8 Oktober 2024   22:08 Diperbarui: 8 Oktober 2024   22:40 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

       Kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership), kata melayani dan memimpin secara sepintas merupakan dua kata yang kontradiksi. Bagaimana seorang pemimpin harus melayani? Pemimpin memengaruhi, dan pelayan mengikuti. Bagaimana kepemimpinan bisa melayani dan memengaruhi secara bersamaan? Bagaimana seseorang bisa menjadi pemimpin dan pelayan di saat yang bersamaan? Walaupun kepemimpinan yang melayani tampak kontradiktif dan menentang keyakinan tradisional kita tentang kepemimpinan, ini adalah pendekatan yang menawarkan cara pandang yang unik tentang kepemimpinan.

Dasar Hirtoris Kepemimpinan yang Melayani

    Dari berbagai model kepemimpinan yang ada, tidak ada yang mempunyai sejarah yang dalam dan kuat, seperti kepemimpinan yang melayani (Brewer, 2010). Sejarah kepemimpinan yang melayani dapat ditelusuri hingga abad ke-6 sebelum masehi, yakni di zaman filosof China Lao-Tzu yang sangat berpengaruh. Ajarannya adalah tentang bagaimana menolong masyarakat dari kehancuran moral. Cikal bakal konsep kepemimpinan yang melayani diakui Greenleaf (1970) bersumber dari para tokoh besar, dalam pendekatan studi kepemimpinan dikenal sebagai the great man, seperti Mahatma Gandhi atau Martin Luther King.

     Acuan sejarah seperti itu menyebabkan, pada awalnya, teori kepemimpinan yang melayani tidak mendapat perhatian luas. Para pakar kepemimpinan menganggapnya sebagai teori tentang filsafat. Meskipun Greenleaf telah merumuskan teorinya pada 1977, dunia akademik baru merespons secara luas pada tahun 1990-an ketika Greenleaf sendiri sudah wafat. Pengaruhnya lebih luas lagi di dunia kepemimpinan ketika muridnya Larry C.Spears mengkaji atau mengidentifikasi 10 karakter kepemimpinan yang melayani yang efektif untuk organisasi (Spears, 2010).

    Kepemimpinan yang melayani pertama kali dicetuskan oleh Robert K. Greenleaf pada tahun 1970 lewat karyanya, "The servant as leader". Empat tahun sebelumnya (1964) dia adalah pensiunan perusahaan terkemuka dunia "AT&T" (perusahaan telpon dan elektronik). Saat menjadi eksekutif di AT&T dia sudah menerapkan kepemimpinan yang melayani, dan sukses, karena itu setelah pensiun dia mulai mengkaji hingga menulis karya pertamanya "The servant as leader.Ternyata tulisan ini menginspirasi banyak pihak terutama peneliti kepemimpinan, meskipun tidak secara luas. Pada tahun 1972 ia menulis tentang "The institution as servant", dan pada tahun 1977 Greenleaf mulai mantap dan menulis, "The servant leadership".

    Munculnya konsep "The servant leadership" atau kepemimpinan yang melayani itu diakui Greenleaf (1970) terinspirasi oleh novel menarik karya Herman Hesse yang berjudul "The Journey to the East". Novel ini bercerita tentang sekelompok pelancong yang ditemani seorang pelayan. Pelayan ini sangat membantu para anggota kelompok. Pelayan ini tidak hanya menyemangati pelancong selama perjalanan yang membosankan tetapi juga sering menghibur dengan bernyanyi. Kehadiran pelayan itu memiliki dampak yang luar biasa. Ketika sang pelayan tersesat, terpisah dari kelompok, para pelancong menjadi panik dan bergegas meninggalkan perjalanan itu. Tanpa pelayan mereka tidak mampu melanjutkan. Pelayanlah yang akhirnya memimpin kelompok. Dia muncul sebagai pemimpin lewat perhatiannya kepada para pelancong, tanpa mementingkan diri sendiri (sumber: https://www.uny.ac.id/fokus-kita/prof-dr-nahiyah-jaidi-faraz-mpd, diakses 5 Oktober 2024)

     Minat terhadap perkembangan teori dan konstruk servant leadership semakin berkembang dari beberapa tahun belakangan ini (Vondey, 2011). Servant leadership telah menjadi teori kepemimpinan yang menunjukkan nilai moral, etika serta berfokus pada pengembangan, community building, kepemimpinan yang autentik, dan shared leadership (Graham, 1991; Sauser, 2005; Laub, 2003; Sendjaya, Saros & Santora, 2008; dalam Vondey 2011). Ditambahkan lagi oleh Stone, Russell dan Patteerson (2004) menyatakan bahwa motivasi dari servant leader dalam memberikan pengaruh berfokus pada pelayanan terhadap para pengikut mereka sendiri.

Karakteristik Kepemimpinan Melayani

     Menurut Spears melalui https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13049/ Kepemimpinan-yang-Melayani-Servant-Leadership-Sebagai-Gaya- Kepemimpinan-Kekinian.html, diakses 5 Oktober 2024, pemimpin yang mengutamakan pelayanan, dimulai dengan perasaan alami seseorang yang ingin melayani dan untuk mendahulukan pelayanan. Selanjutnya secara sadar, pilihan ini membawa aspirasi dan dorongan dalam memimpin orang lain. Selain mempengaruhi bagaimana perilaku karyawan tersebut, manager sudah pastinya harus menguasai hal-hal seperti manajemen yang biasa dibutuhkan untuk mengatasi kerumitan dengan cara membuat tata tertib dengan menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat, setelah itu memantau hasil yang sudah dilakukan dengan cara membandingkannya dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemudian gaya manajemen dalam hal memimpin dan melayani dalam satu harmoni, dan terdapat interaksi dengan lingkungan.

Spears (2010) sangat berjasa dalam pengembangan model kepemimpinan yang melayani. Dia tidak hanya merumuskan definisi yang lebih aplikabel, tetapi juga mengidentifikasi 10 karakteristik dari kepemimpinan yang melayani agar lebih mudah dipahami bagi dunia praktisi. Sepuluh karakter kepemimpinan yang melayani itu adalah seperti berikut ini.

Pertama, listening (mendengarkan), yaitu bahwa pemimpin yang melayani berkomunikasi dengan mendengarkan terlebih dahulu. Lewat mendengarkan, pemimpin yang melayani mengakui sudut pandang pengikut.

Kedua, empathy (empati), yaitu bahwa seorang pemimpin yang melayani berupaya untuk memahami dan berempati kepada orang lain atau melihat dunia dari sudut pandang orang lain. Sikap empati ini juga dapat membuat pengikut merasa menjadi pribadi yang "unik".

Ketiga, healing (menyembuhkan), yaitu bahwa salah satu kekuatan luar biasa dari kepemimpinan yang melayani adalah secara potensial dapat melakukan penyembuhan diri dan hubungannya dengan orang lain. Kepemimpinan yang melayani mendukung pengikut dengan membantu mereka mengatasi masalah pribadi. Proses penyembuhan ini berjalan dua arah, pertama membantu pengikut menjadi sehat, kedua pemimpin yang melayani itu sendiri menjadi lebih baik.

Keempat, awareness (perhatian), yaitu bahwa baik kesadaran umum, lebih khusus kesadaran diri, merupakan kekuatan pemimpin yang melayani. Kesadaran menolong seseorang dalam memahami masalah yang berkaitan dengan etika, kekuasaan dan nilai.

Kelima, persuasion (persuasi), yaitu bahwa persuasi adalah bentuk komunikasi yang ulet dan meyakinkan orang lain untuk berubah. Sebagai lawan dari paksaan, yang memanfaatkan otoritas posisi untuk dapat memaksakan kepatuhan (pengikut). Persuasi menciptakan perubahan dengan menggunakan argumen secara lembat.

Keenam, conceptualization (konseptulisasi), yaitu bahwa konseptualisasi merujuk pada kemampuan individu untuk menjadi orang yang berpandangan jauh ke depan bagi suatu organisasi, dan memberi pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah organisasi.

Ketujuh, foresight (peramalan), yaitu bahwa karakter ini berkaitan dengan kemampuan pemimpin yang melayani melihat masa depan. Ini adalah kemampuan untuk menduga hal apa yang akan terjadi berdasarkan pada apa yang terjadi di masa sekarang dan apa yang terjadi di masa lampau.

Kedelapan, stewardship (tugas untuk mengurus), yaitu bahwa karakter ini merupakan kewajiban (tanggungjawab) kepemimpinan yang melayani untuk mengelola secara hati-hati baik orang maupun organisasi yang mereka pimpin.

Kesembilan, commitment to the growth of people (Komitment untuk pertumbuhan orang--orang), maksudnya bahwa Kepemimpinan yang melayani mempunyai komitmen untuk membantu setiap orang di dalam organisasi agar bisa tumbuh, baik secara pribadi maupun profesional.

Kesepuluh, building community (membangun komunitas), yaitu bahwa pemimpin yang melayani memperkuat perkembangan sebuah komunitas. Pembentukan komunitas ini dimaksudkan untuk menyediakan tempat dimana orang bisa merasa aman dan terhubung dengan orang lain, tetapi tetap dimungkinkan untuk mengekspresikan individualitasnya.

Sumber:

Faraz, Nahiyah Jaidi (2015, Februari 17). Servant Leadership: Model Kepemimpinan Alternatif Dunia Bisnis. https://www.uny.ac.id/fokus-kita/prof-dr-nahiyah-jaidi-faraz-mpd.

Margaretha. Meily & Prasetio, Yanuar Aditia (2014, Agustus 27).  Pengaruh Servant Leadership, Organizational Citizenship Behavior, Kecocokan Orang-Organisasi serta Identifikasi Organisasi. Journal. https://journal.maranatha.edu/index.php/jmm/article/view/173

Seksi Hukum dan Informasi (2020, April 25).  Kepemimpinan yang Melayani (Servant Leadership) Sebagai Gaya Kepemimpinan Kekinian. Artikel DJKN. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13049/Kepemimpinan-yang-Melayani-Servant-Leadership-Sebagai-Gaya-Kepemimpinan-Kekinian.html.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun