Melangkah dengan hati, berserah tanpa amarah, menggebu tanpa terburu, meski hati riuh gemuruh, terjang ilalang gempur batu penghalang. Bangun rencana kedua setelah kutemui dia, bekerja bangun diri di sebuah kota yang kejam penuh ambisi. Bersiap mental, mencontoh ikuti proses orang-orang sukses dalam melangkah. Termotivasi dari pemikiran bahwa aku tak mau hidup sengsara dimasa tua, berinvestasi sebanyak-banyaknya, menjadi pribadi yang bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi manusia lainnya, sadar bahagia itu lahir dari kebahagiaan - kebahagiaan orang lain yang terulurkan dari tangan kita sendiri.
Cikarang Bekasi. Butuh manage yang baik untuk bertahan hidup, pasrah berarti mati.
Meski hati mumur remuk nyeri. Percaya AR - Rahman itu ada. Mereka orang-orang yang hidup tanpa iman saja Alloh penuhi apa yang mereka pinta, terlebih kita.
Mulai kubaca suasana, memandang jauh kedepan, tentukan langkah-langkah yang harus terealisasikan, tak bisa mengikuti pelatihan-pelatihan secara langsung, aku rangkul mereka manusia-manusia matang ilmu, berharap bisa mengguruiku. Beranikan hati, terjun dalam lingkaran merah, memilih rekan-rekan berpotensi sebagai batu lompatan, tak mau bermain-main dengan waktu, kan kumanfaatkan semaximal mungkin dalam mengejar target yang telah dalam hati bersemayam.
Waktu tiga bulan harus dapat banyak hal. berlahan mulai terarah langkah, mulai tenang tertata. aku benar-benar gila, tapi ini memang yang harus aku lakukan. Bukan gila harta, tapi aku perempuan kecil yang bermimpi besar. Faham harus realistis, karena teringat ada jedha antara nun dan kaf dalam kun fayakunnya Alloh, tak mungkin terwujud mimpi tanpa usaha, doa, dan keberserah jiwa.
Pelan-pelan, teringat dulu guruku berikan wejangannya“jika kita tidak miliki keberanian, maka bisa kita ganti dengan keberserahan, karena orang yang dalam posisi ketidak mampuan yang berada dalam keberserahan itu ada dalam perawatan Tuhan langsung, maka baginya akan mudah melangkah karena seluruh langkahnya dalam bimbingan dari Tuhan”. Dan aku yakin itu.
Cikarang Bekasi, entah sampai kapan bisa terus bertahan. mengolah diri untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan mandiri. Belajar agar hati tidak layaknya telur saat terendam air mendidih saat dibuatnya matang, menggumpal tanpa rasa. Benahi mental. mengambil pelajaran sang tanah liat, saat akan menjadi genteng kuat, butuh proses lama. Hingga pada akhirnya menjadi genteng yang berharga mulia.
Malam ini kembali teramu bahasa. Beramah-tamah menyatu dengan lingkungan sekirtar, berharap bertambah saudara, Tapi disitu hati kembali tersentuh rasa. Aku sensitif. terbiasa hidup semua tersedia , mau makan saja tinggal sebutkan berlauk apa, tak sampai lima menit semua berada di depan mata. Kali ini, satu logam rupiah saja tak kupunya. Harus sekedar bantu-bantu orang untuk dapatkan sesuap makanan. Tak ada yang gratis ungkap mereka, lagi pula pantanglah diri jadi sang peminta-minta.
Dari segala yang terjadi, akhirnya kesimpulan yang bisa kuambil, semoga ini bukan tanda-tanda tercabutnya nuur ilahi dari hidupku, tapi semua adalah semata penguji dalam rangka proses naiknya derajatku.Aamiin.
Nama anggota:
Syarra
Yuhny Armmansyah