Menatap kelangit, mengamati kenapa langit di Cikarang Bekasi terlihat merah, bukan karena tengah terjadi kebakaran hutan, tapi karena terangnya lampu-lampu besar menjulang. Sampai-sampai, bintang dan rembulan sangat-sangat aku rindukan kesenduannya.
Memejamkan mata, membiarkan hati bergejolak “ Ini perilakumu Robby. Aku terima dengan tangan terbuka. Trimakasih. kalaupun ada lagi yang ingin Kau tambahkan lagi lebih sakit dari ini, maka tolong aku, mohon di perkuat, dan jika Engkau merasa tidak perlu lagi, maka lepaskanlah aku dari penderitaan dan jadikanlah aku pribadi yang bahagia”. Doaku berserah.
Aku sang pemberontak. Bukan melemah karena kata-katanya, meski itu benar adanya, tapi menguat tekad bahwa aku harus buktikan tentangman jadda wa jada.
“ Kembalilah, ke tempat seharusnya kau berada di sana, ibu dan keluargamu tengah menimbun rindu, menunggumu kembali dengan segera.” Pintanya padaku melalui telephon.
Meski pergiku tanpa restunya, tapi aku yakin beliau tak akan pernah lepaskanku berkelana tanpa doa-doanya yang mulia.
“Terimakasih ya Robb, telah kau karuniakan mama sebaik dia, yang selalu sayang dan dukung luruh mimpi - mimpiku dengan sempurna. Dia (mama) yang tak pernah jemu aku buat hatiya berdegup pilu, yang rela menjadi sayap-sayapku yang tangguh hingga aku mampu menjulang keseluruh penjuru . Terimakasih ya Robb, telah terlahir dari rahimnya yang mulia, karena dari sanalah aku dibimbingnya untuk bisa mengenal-Mu, Robb-ku yang maha mulia. Maka Alloh ya Robb, ampuni aku yang belum juga mampu hadiahkan mereka secuil tawa, ampuni aku yang belum juga mampu persembahkan hal yang tak membebankan mereka”. Hatiku kembali berdoa dalam tahajud yang panjang.
Tak kulakukan apapun, selain kupandangi dia dengan segala kebekuan rasa, berterimakasih kepadanya yang telah menjadi lantarku terbukanya mata. Alloh memilihnya juga bukan tanpa alasan, dan tak akan kupertanyakan kepada-Nya begitu dalam apa yang telah tertera.
“cup cup cup...”Mba yuni memelukku rata, dan memberikanku bahasa sederhana. “ Jika saat sang penakut dikalahkan oleh orang yang berani, dan orang yang berani dikalahkan oleh orang yang nekad, maka untuk orang yang nekad bersiaplah untuk dikalahkan oleh orang-orang yaang gila”.
Dan kujawab “akulah orang gila itu!” Sudah terlanjur, aku memang harus menjadi orang gila itu, tak mau tanggung-tanggung dalam melangkah, harus siap dengan segala konsekuensinya.
Ya, siap bangun. Tak mau hati kembali mengemis - ngemis menunggu orang lain beri cahaya, pemilik pribadi penakut ini akan melakukan sesuatu, rasa takut ini akan kugunakan untuk mentenagaiku dalam melangkah, dengan gelap, tangan masih bisa meraba, telinga juga masih berfungsi sempurna, kaki juga masih bisa melangkah.
Kembali merujuk kearah matahari terbit. Perbaharui cara pandang, berharap sejuknya embun sambut menyapa.